Liverpool dan Garuda Indonesia – Kompas, 22 Juli 2013

Esok hari setelah tim sepak bola Liverpool tiba di Jakarta pada Rabu (17/7/2013), saya bertemu dengan Emirsyah Satar. Hari itu Emir semringah. Pujobroto, Kepala Komunikasi Garuda Indonesia, membawa setumpuk surat kabar. Hari itu hampir semua surat kabar nasional menurunkan headline kedatangan tim Liverpool di Jakarta.

Berita tentang kedatangan tim sepak bola dunia sudah pasti menarik perhatian. Wajar bila menjadi headline. Tetapi, menjadi luar biasa karena semua berita menampilkan gambar saat ke 25 pemain berkaus merah menyala turun dari tangga pesawat Garuda Indonesia. Di situ terpampang logo besar Liverpool dan di sebelah tangga logo Garuda pada sebuah badan pesawat.

Emir terkekeh. Pasalnya, sponsor utama yang mendatangkan Liverpool ke Indonesia bukanlah Garuda Indonesia. Garuda Indonesia adalah global official airline yang dipakai Liverpool dalam setiap turnya di Asia dan Australia. Jadi, untuk tur kali ini ke semua negara tujuan di Asia dan Australia, Liverpool terbang bersama Garuda Indonesia sehingga foto-fotonya akan terpampang di media massa mancanegara.

Garuda menandatangani kontrak dengan Liverpool akhir tahun lalu untuk tiga musim kompetisi (2012–2015). Sedangkan sponsor resmi yang mendatangkan Liverpool ke sini adalah Standard Chartered Bank, yang membayar 20 juta poundsterling untuk setiap musimnya.

\”Luck is preparation\”

Kami terkekeh-kekeh karena sepertinya Emir menjadi orang yang sangat beruntung, selalu seperti ketiban durian runtuh. Kisahnya sedang saya tulis dalam buku From One Dollar to be Billion-dollars Company. Ya, itu kisah bagaimana Emir memutar balik Garuda dari semula perusahaan yang nyaris bangkrut (ibaratnya hanya dihargai satu dollar AS) menjadi perusahaan besar yang dinilai miliaran dollar AS.

Kisahnya dimulai dari sebuah telepon yang tiba-tiba berdering di sakunya, seseorang yang biasa membuat signboard iklan di lapangan sepak bola menyapa Emir. Sambil berkenalan, orang itu straight to the point menjelaskan niatnya untuk mengajak Garuda memasang iklan di tepi lapangan sepak bola Inggris. \”We would like to offer you to be sponsor of the event.\” Saya bilang, ”How much do you expect? tanya Emir. \”The sign board usually costs a million,\”ujarnya. Terus saya bilang, “Sorry I don’t have a budget. I’m not interested.” Tapi katanya,“No! But, we need a good airline.\”

Ceritanya, sponsor airlines yang sudah sepakat tiba-tiba menarik diri, sementara orang itu sudah commit untuk memasangnya. Itu adalah event babak prakualifikasi Piala Dunia, pertandingan antara Belanda versus Inggris.

Orang itu mengajukan tawaran sekitar setengah juta dollar AS, dan Emir pun menampiknya. Tetapi, ia meminta agar Emir jangan memutuskan telepon dan menanyakan berapa kesanggupannya. Dengan sigap Emir mengatakan, perusahaannya adalah public listed company, ia harus membawa ke dalam rapat board. Tetapi, kalau 60.000 dollar AS ia bisa menerima. Orang itu minta waktu. Dan, beberapa saat kemudian ia menelepon kembali: deal!

Bagaimana kami tak terkekeh-kekeh. Dari setengah juta dollar AS, ia bisa mendapat harga 60.000 dollar AS. Ini benar-benar lucu. Sebab, untuk memasang iklan full color di media nasional saja belum tentu cukup sebesar itu.

Wajar bila Garuda Indonesia berkepentingan dengan citranya di Inggris. Tahun 2013 Garuda akan terbang direct Jakarta–London. Sementara itu, citra masa lalunya tidak begitu baik. Menyusul deregulasi dalam industri penerbangan domestik, sejak tahun 2003 banyak airlines baru bermunculan dengan menawarkan tarif murah di sini. Namun, itu bukan tanpa risiko. Satu per satu pesawat berjatuhan dan Indonesia dikenal sebagai negeri yang kurang peduli dengan keselamatan penerbangan.

Akibatnya, pada tahun 2007, Uni Eropa yang merupakan gabungan dari 27 negara mengeluarkan larangan terbang terhadap empat armada penerbangan nasional ke wilayah itu, termasuk Garuda. Garuda Indonesia tentu tak bisa berkilah bahwa itu bukan Garuda, melainkan perusahaan-perusahaan penerbangan swasta yang masih baru. Kabar buruk itu tidak hanya merusak citra Garuda, tetapi juga dunia pariwisata nasional. Turis-turis Eropa beralih ke negeri tetangga.

Maka, wajarlah Garuda berkepentingan terhadap pemulihan citranya. Mengapa orang itu datang ke Emir?

Jawabnya sederhana. Seneca pernah mengatakan, tak ada keberuntungan yang datang tiba-tiba dari langit. “Luck is somewhere when opportunity meets preparation,\” ujarnya.

Garuda sudah lama mempersiapkan diri. Sejak keluar dari larangan terbang ke Eropa (2009), Emir dan timnya segera mempercantik Garuda. Sejak itu penghargaan demi penghargaan intenasional pun diterima. Garuda pun mendapatkan penghargaan sebagai \”World Best Regional Airlines\” dari Skytrax. Hal ini tentu menarik perhatian dunia. Itulah yang dikatakan si penelepon tadi sehingga ia merasa lebih butuh Garuda daripada sebaliknya. Meskipun di sisi lain, Garuda merasa ia-lah yang berkepentingan.

Tak disangka, sign board di tepi lapangan yang terkesan serba kebetulan dalam babak prakualifikasi Piala Dunia itu ternyata menempatkan Garuda Indonesia dalam radar para manajer klub sepak bola Eropa. Sejak itulah tawaran datang dari dua klub besar, Chelsea dan Liverpool.

Mengapa memilih Liverpool?

Simpel saja. Liverpool memiliki sejarah dan tata nilai yang sama dengan yang tengah dibangun di Garuda Indonesia. Sejarahnya yang panjang dengan rangkaian kemenangan yang stabil adalah poin penting untuk pengambilan keputusan. Sedangkan prestasi tim lainnya sangat tergantung pada siapa yang tengah menjadi pemiliknya. Selain itu, \”The Reds\”, julukan Liverpool, memiliki 580 juta penggemar di seluruh dunia. Jumlah penggemarnya di Asia mencapai 300 juta orang, dan 1,5 juta di antaranya di Indonesia.

Ada 10,2 juta penggemar yang mengakses akun FB klub ini, ditambah 1,1 juta followers dalam akun Twitter-nya. Sebagai klub tertua di Liga Inggris yang didirikan pada 1892, saya tak heran bila Liverpool memiliki pendukung fantastis yang terbesar di dunia. Akhirnya dealpun dicapai, dan ini bagus bagi peningkatan citra Garuda dalam bisnis internasionalnya. Lihatlah iklan baru TVC Garuda Indonesia yang sekarang banyak ditayangkan di media global, juga memakai talent Liverpool.

Saya kira kita bisa belajar, tak ada keberuntungan yang datang tiba-tiba. Semuanya bentuk kerja keras dan perjuangan yang panjang. Intinya apa lagi kalau bukan persiapan. Keberuntungan hanya akan tiba pada orang-orang yang siap. Mau beruntung? Enggak cukup pakai celana pendek saja. Harus cerdas dan mempersiapkan diri jauh-jauh hari.

Rhenald Kasali
founder Rumah Perubahan

Sebarkan!!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *