If You Want To…. – Jawapos

Di ruang kerja saya di kampus saya pernah memajang kata-kata mutiara berikut ini: \”If you want to, you\’ll find a way. If you don\’t want to, you\’ ll find excuses.\”

Kalimat itu tentu saya tujukan kepada anak-anak didik saya yang ingin hidupnya berubah dan yang tanpa menyadari terperangkap dalam banyak kesulitan. Tidak sulit membedakan mana orang yang mau maju dan mana yang terperangkap. Yang satu mencari jalan, sedangkan yang lain mencari alasan. Yang satu akan menjadi pemenang, yang satunya pecundang.

Orang-orang yang mau maju selalu bergerak ke depan apapun rintangan yang dihadapi. Mereka biasanya tidak menghindar dari pekerjaan-pekerjaan atau dosen-dosen yang menyulitkan hidup mereka. Tentu mereka berhitung dan memilih jumlah kesulitan, tetapi bukan melulu mencari jalan yang mudah. Mereka perlu membaca dan menganalisis apa yang akan dihadapi, tetapi apapun kesulitan atau ancaman yang ditemui, selalu dihadapi. Mereka teguh menggapai objective. Dan orang terpenting yang harus dihadapinya adalah dirinya sendiri.

Sedangkan orang-orang yang terperangkap dalam kesulitan selalu berorentasi pada orang lain, yaitu mengharapkan pemakluman. Orang-orang ini pada dasarnya adalah orang yang \”tidak mau\” dalam arti yang seluas-luasnya. Tidak mau susah, tak mau pusing, tidak mengerjakan hal-hal yang sulit, tidak bekerja keras, tidak menerima hukuman, tidak mau disiplin, tidak mau membayar biaya yang harus dikorbankan dan seterusnya. Ia hanya akan datang kepada Anda membawa alasan, bukan solusi atau hasil dari kerja kerasnya.

Maka bisa diterka kemana muara mereka. Yang satu selalu menemukan jalan karena mereka mencarinya, sedangkan yang satu selalu menemukan jawaban berupa alasan-alasan. Dan harap maklum, tak ada manusia yang membuat alasan untuk memperbaiki kesalahannya. Mereka membuat alasan semata-mata untuk mendapatkan pemakluman dari orang lain.

Anak-anak Kita

Di akhir tahun ini anak-anak bisa berkumpul bersama orang tua. Dan diantara mayarakat yang berlibur, selalu ditemukan jalan untuk berbagi dan menanamkan values kepada anak-anak. Pada saat itulah sebenarnya anda bisa bebagi pengalaman hidup tentang apa yang telah anda lakukan dan apa yang membawa Anda ke sini, atau apa yang telah membuat hidup Anda penuh kesulitan.

Salah seorang anak saya yang masih duduk di bangku SMA baru saja memutuskan untuk mengubah mata pelajarannya yang diambil tak lama setelah ia membaca kata-kata mutiara itu. Tidak seperti sekolah di sini yang memisahkan IPA dan IPS, di Selandia Baru ia dibebaskan memilih 4 mata pelajaran selain dua mata ajaran wajib. Ya, cuma 6. Beda sekali dengan jumlah mata ajaran yang diambil rata-rata anak di Indonesia: 17! Karena pilihan, maka otomatis anak-anak remaja akan mengambil mata ajaran yang termudah, yang paling mereka suka. Ini persis sama dengan kebiasaan mahasiswa kita berwirausaha, selalu memilih bidang usaha yang gampang (gorengan atau rebusan kuliner) sekalipun sekolahnya teknik nuklir atau fisika.

Namun seperti saran ilmuwan Carol Dweck, anak-anak jenius ternyata tidak menjadi apa-apa di masa depannya kalau selalu dipuji karena mudah mengerjakan mata ajaran yang diambilnya. Dan seperti yang kita duga juga, wirausahawan muda yang usahanya gampang-gampang akan gampang ditiru juga. Ibarat membangun rumah di padang pasir, fondasinya rapuh, perintang agar orang lain tidak masuk –seperti hak paten, keunikan teknologi atau keterampilah khusus– tidak ada. Bayangkan apa jadinya bila usaha gampang-gampangan ini segera diberi award dan dibanggakan pemerintah.

Maka, lanjut Dweck, orangtua perlu mengatakan, \”kalau mudah itu tidak fun!\”. Saya pun menantang anak saya. Tetapi seperti biasa pikirannya selalu tertuju pada gampang atau sulit. Rupanya ia trauma dengan guru-guru yang banyak mempersulitnya selama sekolah di sini. Dan setiap kali menemukan kesulitan, ia tak menemukan pintunya. Tetapi kali ini saya mengajak anak saya menatap jauh ke depan. \”Kalau semua subjek yang diambil yang mudah-mudah, engkau tak akan memiliki keunggulan di masa depan. Maka selagi muda, lakukanlah hal yang sulit, berani hadapi kesulitan karena engkau akan mendapatkan kemahiran.\”

\”Kemahiran apa, ayah?\” tanyanya. \”Minimal kemahiran mengatasi masalah,\” jawab saya. Esok paginya, ia memberikan jawaban. Ia mengubah pilihan mata ajaran yang diambilnya. Sewaktu saya tanya lebih jauh ia memberikan jawaban, \”Aku harus bekerja dengan prioritas. Yang ini sulit, tapi kalau tidak kuambil sekarang nanti hidupku yang akan sulit. Yang ini mudah, tapi kalau tidak aku ambil sekarang, nanti pun bisa kuambil dan tetap mudah.\”

Rhenald Kasali, 31 Desember 2012
Founder Rumah Perubahan

Sebarkan!!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *