Infrastruktur, Pendidikan, dan Kesehatan – Jawa Pos

SEPERTI Anda, perasaan saya trenyuh menyaksikan foto dan video anak-anak SD yang berangkat sekolah dengan menyeberangi jembatan gantung yang rusak. Anak-anak kita itu berpegang erat-erat ke sisa-sisa tali di jembatan. Ketika saya browsing, ternyata fenomena semacam itu sangat banyak.

Pada bagian lain, ditemui anak-anak yang harus bersekolah dengan menyeberang dengan menggunakan rakit seadanya. Bahkan, ada yang berjalan di atas air sungai yang mengalir deras tanpa alat bantu apa pun.

Apa jadinya jika air bah datang? Mungkin mereka tidak bisa bersekolah lagi. Sungguh tidak layak orang dewasa seperti kita membiarkan anak-anak bertaruh nyawa demi bersekolah.

Potret kecil yang menimpa anak-anak SD kita tersebut merupakan gambaran besar tentang betapa lalainya kita mengurus kebutuhan dasar masyarakat: infrastruktur, terutama jalan, dan sarana transportasinya.

Saya, dan mungkin Anda, sudah bosan mengeluhkan dampak buruknya infrastruktur kita bagi dunia bisnis. Sebab, gambarnya sangat terang benderang. Karena itu, saya ingin mengajak Anda melihatnya dari dunia yang selama saya geluti, yakni pendidikan. Mungkin dengan sedikit tambahan, kesehatan.

Kita tahu, peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup suatu bangsa hanya bisa terjadi jika masyarakatnya terdidik dan sehat. Sudah banyak cerita tentang orang-orang yang kualitas hidupnya meningkat berkat pendidikan, dan tentu karena dia sehat. Saya mungkin termasuk salah satunya.

Pendidikan dan kesehatan adalah hak setiap kita. Negara wajib menyediakannya. Mungkin karena itu pula isu pendidikan dan kesehatan menjadi bahan kampanye favorit dua pasangan capres kita.

Hanya, mudah-mudahan kelak terjemahannya tidak semata dengan membangun gedung-gedung sekolah atau rumah sakit-rumah sakit dan puskesmas di mana-mana. Bukannya tidak perlu, tetapi tidak cukup. Saya justru peduli dengan aksesnya.

Maksudnya begini. Gedung-gedung sekolah akan kosong kalau murid-muridnya tidak bisa datang karena akses ke sana sangat buruk. Apalagi kalau sarana transportasinya tidak ada.

Orang-orang yang sakit juga tidak akan bisa datang ke puskesmas kalau jalan dan transportasi untuk ke sana tidak tersedia. Bagaimana mungkin orang yang dalam keadaan sakit bisa melintasi jalan yang rusak parah?

Kita adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 13.000 pulau yang berserak di wilayah lautan seluas 7,9 juta kilometer persegi.

Kita juga memiliki sekitar 250 juta penduduk yang terdiri atas lebih dari 300 suku. Selain bercakap-cakap dengan bahasa Indonesia, mereka berbicara dengan bahasa daerah masing-masing. Karena itu, kita memiliki lebih dari 600 bahasa daerah. Keanekaragaman itu merupakan berkah bagi kita. Karena itu, kita perlu menjaganya dengan membangun banyak pilar untuk menopang kesatuannya.

Kita beruntung memiliki Pertamina yang juga berperan sebagai salah satu pilar penjaga NKRI. Berkat Pertamina, setiap orang di pelosok Nusantara seharusnya bisa membeli BBM atau gas dengan harga yang sama dengan harga di Jakarta. Tetapi, begitu akses jalan terputus, harganya bisa naik lima hingga sepuluh kali lipat.

Kita tentu berharap adanya perusahaan-perusahaan lain yang bisa berperan sebagai pilar-pilar penjaga NKRI. Di antara banyak pilar yang perlu kita bangun, dan perlu dipercepat pembangunannya, salah satunya adalah infrastruktur, terutama jalan dan sarana transportasinya. Dalam konteks itulah kita mungkin perlu menegaskan bahwa infrastruktur adalah salah satu pilar penting untuk menjaga NKRI.

Kalau infrastruktur tersedia, akses anak-anak kita terhadap pendidikan dan kesehatan pasti akan lebih terbuka. Saya pun percaya, kalau kita bisa membuat rakyat kita lebih sehat dan terdidik, akan banyak masalah bangsa yang langsung teratasi.

Rhenald Kasali

Founder Rumah Perubahan

Sebarkan!!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *