“Pada suatu hari..” adalah contoh kalimat pembuka tulisan yang sering sekali digunakan. Bisa jadi kebiasaan ini terbentuk secara tidak sengaja melalui dongeng masa kanak-kanak yang kerap dimulai dengan kalimat “Pada suatu masa…” atau “Pada zaman dahulu…”. Padahal, kebiasaan ini dapat membuat tulisan yang baik menjadi kurang menarik.
Untuk membongkar kebiasaan tersebut, lima puluh orang siswa-siswi SMP-SMA Santa Ursula BSD mengikuti pelatihan menulis kreatif bersama Rumah Perubahan, 30-31 Mei 2014. Selama 2 hari, para peserta yang datang dari berbagai kebiasaan menulis itu mencari solusi dari berbagai hambatan menulis yang kerap mereka hadapi. Melalui sharing pengalaman dengan 3 praktisi menulis yang telah berpengalaman, peserta menyerap berbagai ilmu baru yang dapat diterapkan dalam tulisan mereka. “Ternyata banyak pengalaman baru yang didapat, walau awalnya saya kurang tertarik mengikuti acara ini,” ujar Mirella, salah satu peserta SMA, sesaat setelah acara selesai.
Bayangkan saja, selain belajar dari pembicara-pembicara yang memiliki pengalaman di dunia jurnalistik, editing, dan menulis novel, di setiap sesi peserta bebas mendiskusikan banyak hal dalam menulis, seperti bagaimana mendapatkan ide menulis, menghadapi ‘jalan buntu’, emosi yang memengaruhi tulisan, serta tips dan trik menulis. Antusiasme peserta tertuang dalam rencana mereka untuk membuat kumpulan tulisan yang nantinya akan dibukukan.
Untuk mendapatkan ide menulis selama pelatihan, peserta yang didampingi oleh para guru juga diajak berkeliling Rumah Perubahan, termasuk mengunjungi PAUD dan TK Kutilang yang sedang menyelenggarakan pameran hasil karya siswa selama setahun. Di sana mereka bertemu dengan penulis novel Bunda Lisa, Jombang Santani Khairen. Bunda Lisa adalah novel tentang perjuangan seorang wanita dari pinggiran Jakarta untuk memberikan pendidikan bebas biaya bagi anak usia dini.
Selain itu agar tetap fresh, peserta diajak mengunjungi tempat kegiatan Rumah Perubahan di lingkungan yang asri dan hijau. Salah satunya adalah kunjungan ke Rumah Tempe dimana peserta diajak melihat proses pembuatan tempe yang higienis dengan menggunakan air embun. “Seharusnya harga jual tempe ini bisa mencapai 10 kali lipat, mengingat kualitas dan manfaatnya yang sangat berbeda dari tempe biasa,” ucap Arthur yang sangat kagum terhadap pembuatan tempe embun. Dari perjalanan berkeliling ini, mengalirlah ide-ide kreatif untuk membuat tulisan yang menarik. Selamat berkarya!