Quality Control: Habit & Disaster – Sindo, 14 November 2013

Sudah lama kita tak mendengar kata ini. Padahal dulu, pada 1980-an, saat Indonesia mulai membangun industri manufaktur, kita menggebu-gebu membentuk gugus-gugus kendali mutu.

Kita pun percaya, mutu dapat dikelola, mutu adalah proses, bukan manusia yang menjadi masalah, dan mutu dapat diukur. Berbagai unit dalam satu perusahaan unjuk kebolehan mempresentasikan program dan kisah-kisah sukses mereka. Mulai dari upaya menangani waste, mengurangi tingkat kerusakan dan cacat produk, mendeteksi kesalahan sampai upaya-upaya mengendalikan biaya dan melebihi harapan-harapan pelanggan. Pokoknya era 1980–1990-an adalah era ketika para eksekutif bertarung melawan pemborosan-pemborosan internal dan membangun kualitas.

Sejalan dengan itu penerapan manajemen mutu pun mengalami evolusi. Dari product oriented ke customer oriented, dari operator ke sistem, dari manajer-manajer ke tim, dan dari plan-assign-control ke delegate-coachfacilitate. Namun, di akhir tahun 1990-an, strategi berubah. Semua beralih ke luar. Toyota yang dulu menjadi champion pun menempatkan kualitas (quality) nomor dua, di bawah growth. Semua orang ingin fokus ke pertumbuhan.

Industri Kecil

Tapi Selasa kemarin di Yogyakarta, geliat itu muncul kembali dengan dibukanya Konvensi Standar Mutu yang diprakarsai Direktorat Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian. Bahkan kegiatan yang diikuti para pelaku industri kecil dari seluruh provinsi itu dibuka oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Menteri Perindustrian.

Ya, saat kita mendorong tumbuhnya benih-benih kewirausahaan, kita sering lupa bahwa sekecil apa pun sebuah usaha, tak akan pernah naik kelas kalau tidak dibangun dengan standar mutu yang baik. Lantas, seperti kata Aristoteles, kualitas itu adalah habit. Maka di Jepang, TQM dijalankan melalui 4 poros: kaizen, atarimae hinshitsu, kansei, dan miryokuteki hinshitsu. Di atas panggung, Selasa malam lalu, saya menemani dua pengusaha kecil yang telah berhasil menerapkan standar-standar mutu.

Yang satu adalah Ibu Kornelia, perajin yang membuat berbagai perabotan dari bahan eceng gondok dan rotan. Yang satu lagi Ibu Hany, produsen makanan dari ikan yang setiap hari mengolah 2 kuintal bandeng segar menjadi makanan olahan. Usaha mereka memang tak begitu besar. Yang satu hanya mempekerjakan 25 orang, yang satunya lagi 15 orang. Tapi dalam skala usaha yang kecil itu mereka telah bekerja dengan keteraturan dan standar. Selain sudah memiliki proses yang terkendali, di ruang produksi mereka terpampang tahapan-tahapan yang harus dipatuhi semua pekerja.

Mereka telah dibimbing fasilitator-fasilitator hebat. Tapi betapa pun hebatnya fasilitator, kunci keberhasilan terletak pada ada/tidaknya komitmen pengusaha. Ini berbeda benar dengan rata-rata usaha kecil lain yang masih serba ingatan pemiliknya. Semua orang hanya asyik mengejar pertumbuhan usaha, sementara prosedur tertulis diabaikan. Setiap kali kami mewawancarai, hanya marketing-lah yang selalu dikeluhkan. Ini berarti proses dan kualitas belum menjadi perhatian mereka.

Wajar bila saat Badan Standardisasi Nasional (BSN) mengadakan SNI Award, sedikit sekali UMKM yang berpartisipasi. Padahal di perusahaan besar, sekali mereka lalai pada quality control, yang terjadi adalah bencana. Saat Toyota menempatkan quality di bawah growth pada 1990-an misalnya, Toyota memang berhasil menjadi global market leader. Namun tahun itu ada lebih dari 40 kecelakaan yang terjadi dalam beberapa hari dengan tingkat kematian pelanggan yang tinggi. Ini juga terjadi di BP yang gagal mengelola rig pengeboran minyak di wilayah lautan Amerika Serikat yang berakibat bencana fatal yang merusak lingkungan.

BP menyalahkan pemasok-pemasoknya dan akhirnya semua saling menyalahkan. Bukankah hal serupa juga terjadi di NASA, saat pesawat ulang-alik Challengger yang hendak menunaikan misinya meledak di langit hanya 73 detik setelah pesawat melesat ke udara?

Habit dan Kontrol

Dari berbagai catatan di NASA diketahui para engineer telah menemukan banyak kekurangan pada sisi-sisi mesin yang mengakibatkan suhu berubah dan badan pesawat dapat hancur berkeping-keping. Mereka juga tahu ada pemasok yang tidak memenuhi standar safety. Tapi pertanyaannya, mengapa hal itu dibiarkan? Beberapa studi menyebutkan, gairah mengejar keberhasilan yang tidak dilengkapi habit pada kualitas (mulai dari input, proses, costsafety hingga kepuasan pelanggan) akan membuat manajer-manajer buta.

Ibarat bertarung, kita ini lebih senang menaklukkan orang lain ketimbang diri sendiri. Maka habit yang tampak dalam partisipasi para pegawai menjadi amat penting. Saya teringat dengan kejadian yang menimpa sebuah usaha kecil dalam salah satu produknya yang sangat laku. Formula yang mereka kembangkan adalah menggunakan bahan-bahan alami yang aman bagi kesehatan. Namun karena usaha mengalami pertumbuhan yang pesat, mereka mulai “membagi-bagi rezeki” dengan melakukan outsourcing. Sebagian bahan baku dipasok oleh UMKM lain.

Sewaktu dilakukan tes kualitas, di tahap awal semua baik-baik saja. Namun, begitu produk selesai, sebuah badan pemeriksa menemukan produk unggulan itu mengandung sebuah zat perangsang yang hanya bisa diberikan dengan resep dokter alias terlarang. Kok bisa ada di sana? Rekan saya itu panik setengah mati. Beruntung pihak otoritas memberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Seluruh produknya harus ditarik kembali dari pasar dan dimusnahkan. Bila tidak, hancurlah reputasi merek usaha itu. Selidik internal menemukan, pemasok yang terlalu bergairah melakukan outsourcing lagi ke luar dan di sana mereka mencampur zat perangsang itu.

Bukankah pengusaha tadi sudah punya habit yang kuat terhadap kualitas? Benar! Kalau yang sudah mempunyai habit saja bisa kecolongan, apalagi yang tidak terbiasa? Maka habit pun perlu dimasukkan ke dalam sistem dengan pengecekan berkala. Ini memang meletihkan dan costly, tetapi begitulah usaha. Semua ada biayanya. Ada manis, ada pahitnya. Namun risiko yang berbahaya pada orang lain tak ada penawarnya. Ini lebih baik dikendalikan daripada dibiarkan menjadi bencana.

Rhenald Kasali
Founder Rumah Perubahan

Sebarkan!!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *