Rambut Emas Donald Trump – JawaPos

Minggu ini adalah minggunya Donald Trump. Bukan karena politisi Indonesia yang berebut selfie dan berjabat tangan dengannya diajang kampanye calon presiden Amerika Serikat, melainkan karena ia menjadi pembicaraan di seluruh dunia.

Minggu lalu (5 September 2015) rambut emasnya juga muncul di sampul depan majalah berpengaruh di Amerika: The Economist. Rambut yang mirip wig, berwarna menyala, diangkut dengan helikopter perang ke area dekat Gedung Putih. Heli hitam itu bertuliskan identitasnya: Trump.

Siapa yang tak kenal Trump?

Ia hadir bersama pasang surutnya perekonomian Amerika, bak koboi Texas yang kaya raya, dan arogan. Selain dikenal sebagai raja properti yang jatuh-bangun, raja judi, ia juga host program TV The Apprentice.

Tetapi Mengapa Rambut?

Rupanya gambar rambut itu tengah ramai dibicarakan di Amerika. Trump tentu tak menginginkan gunjingan itu karena warnanya disamakan dengan bulu orangutan yang coklat kemerah-merahan. Tetapi mungkin ini adalah karma perbuatan Trump sendiri.

Sama halnya dengan karma yang terjadi dan akan terus dialami politisi-politisi kita yang gemar menghujat dan bermulut besar, ia juga suka main ancam, mengirim somasi, dan asal bicara untuk mengumbar syahwat kekuasaannya.

Trump memang hebat, kaya dan sukses. Di program TV The Apprentice ia terlihat powerfull. Kalau calon CEO yang ia cari melalui program itu dinilainya kurang cakap, maka dengan mimik “garang” ia menghardik: “you are fired!\”

Tapi berkat kepiawaiannya sebagai CEO dan host TV, banyak teman yang berujar: “I love Donald Trump.” Padahal minggu lalu yang muncul adalah cacian terhadap politisi-politisi Senayan yang selfie dengannya. Ya itu Donald Trump, bukan Donald Duck.

Tetapi mengapa rambutnya disamakan dengan orangutan?

Itu tentu akibat Bill Maher, komedian cerdas Amerika yang memiliki jutaan penggemar. Maher terusik karena bully yang terus menerus disampaikan Trump pada Presiden Barack Obama.

Karena syahwat ingin berkuasa begitu kuat, Trump pun rela mengayunkan kampak positioning-nya ke gedung putih. Pertama, ia meragukan ke Amerikaan Presiden Obama. Lalu, ia juga meragukan kecerdasannya. Maklum, sejak dulu, ada kecenderungan diskriminatif, “White Supremacy”.

Terhadap issue pertama, ia menantang Obama untuk menunjukkan akte kelahirannya. Dan bila ada, ia bersedia membayar lima juta dolar. Terhadap issue murahan ini, Obama tenang-tenang saja. Karena didiamkan ia merangsek pada issue kedua: Transkrip nilai selama kuliah. Trump ingin membuktikan bahwa sekalipun lulusan Columbia dan Harvard, orang kulit hitam pasti tak cerdas.

Obama lagi-lagi tak terpancing.

Tapi kini bola ada di tangan para komedian. Mereka mengulasnya dengan jokes-jokes cerdas dan muncullah Bill Maher dengan tema bulu orangutan tadi. Ia pun bertaruh.

“Kalau saja Trump bisa membuktikan bahwa ia bukan anak orang utan maka saya akan membayarnya 5 juta dollar, “ujarnya dalam sejumlah program komedi televisi.

Jokes Maher, diluar dugaan saya, disambut oleh Trump yang mengirim buktinya, berupa akte kelahiran. Hebohlah Amerika. Maher terus menggorengnya.

“Itulah mengapa saya katakan orang ini tidak cerdas,” ujarnya di televisi. Ini panggung Jokes, tetapi ia menjawabnya dengan penuh arogan dan serius. Pakai lawyer pula.

“Saya tuntut kau,” ujar Trump. Ia pun mengirimkan somasi yang ditandatangani lawyer-nya. Mirip sekali dengan politisi-politisi kita, bukan? Ya begitulah.
Alhasil, jokes mengenai rambutnya yang disetarakan dengan rambut orang utan beredar semakin luas. Anda juga bisa melihat rekamannya di youtube.

Sejak awal, Trump memang sudah siap dengan kampak positioning-nya yang anti pendatang. Pertama, ia menuding para imigran dari Amerika Latin sebagai drug dealer. Kedua, ia menyerang China yang dianggapnya mencuri kekayaan ekonomi Amerika. Ketiga, negara-negara Islam yang dianggapnya menguasai minyak.

Tentu saja semua itu membuat para imigran gerah. Kalau sentimen ras itu terus digulirkan tentu dapat memicu kebencian dan diskriminasi. Semua itu bertentangan dengan kebijakan Barack Obama yang tengah berupaya keras memperbaiki citra Amerika.

Lagi pula siapa sih bangsa Amerika kalau bukan para imigran? Itu sebabnya majalah The Economist menurunkan cover story-nya tentang Trump dan mencatat: Bahaya bila Amerika diserahkan pada orang ini.

Saya tak tahu apa yang ada dalam perasaan Anda masing-masing di negeri yang kita cintai ini, yang saya tahu kita semua sedang menghadapi tekanan eksternal yang luar biasa. Rupiah kita terpuruk sebaik apapun kerja keras kita.

Hidup kita terasa penuh ancaman, apalagi kita sudah terlanjur doyan jalan-jalan dan belanja barang impor. Kita menjadi bangsa pengunyah dollar. Tetapi apapun yang terjadi hidup ini harus terus digerakkan ke depan dengan kemandirian baru.

Dan hari-hari semakin menyesakkan, bukan karena mereka selfie bersama Trump, melainkan karena kita begitu letih menonton jago-jago kandang yang arogan, yang hanya bisa menyerang, mengancam-ngancam somasi, berbalasan-balasan.

Kata Eleanor Roosevelt, “Small brain discuss people, but big brain discuss ideas”. Ayo ubah percakapan, kita bicarakan gagasan. Pusing saya.

Sebarkan!!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *