\”Ibarat menjual sate, dagingnya tidak saya ambil, biarkan itu jadi pekerjaan utama Anda. Saya hanya minta asapnya saja,\” begitu ucap seorang teman. \”Asap Anda ini masih ada nilai jualnya,\” lanjutnya. Kalimat itu lama tak saya pikirkan sampai munculnya banyak kasus yang melibatkan orang-orang tak dikenal, yang menjual nama-nama pejabat atau tokoh terkenal. Yang setelah ditelusuri seringkali tak ada hubungannya sama sekali antara \”asap\” dengan dagingnya.
Suami seorang diva yang menjadi pengusaha di negeri tetangga belum lama ini bertanya apakah saya mengenal nama yang ia sebutkan. Orang itu mengaku kenal baik, padahal tidak \”kling\” sama sekali dalam benak saya. Ia pun menunjukkan sebuah foto, pria berkacamata hitam tengah berdiri di samping saya yang diambil dari sebuah seminar. Tetapi bagi orang yang tak tahu bisa saja dikesankan sebagai dua sahabat. Dari raut muka pengusaha itu saya menangkap kesan, orang itu telah menjual \”asap\” saya untuk mengeruk suatu keuntungan.
Modal Penipuan
Dalam marketing, sebuah brand memang mempunyai kekuatan sihir yang luar biasa. Brand yang bagus bisa diperluas pada produk lain yang tak berhubungan, namun bisa berbahaya kalau asapnya lebih kuat dari dagingnya. Dan dalam \”jurus cepat kaya\” yang banyak digulirkan para penipu yang belakangan banyak menjadi motivator para penjual asap ini terbukti benar-benar kaya, namun tak banyak diberitakan mereka kini banyak diburu debt collector.
Ilmu \”menjual asap\” memang bukan barang baru. Dulu, dengan jam terbang masih terbatas, saya pernah didatangi seorang anak muda yang menyampaikan, kerabatnya, seorang pengusaha \”butuh bantuan\” karena usahanya tengah mengalami penurunan. Karena saya menaruh hormat padanya, saya pun mengirim salam dan berniat membantu. Kami pun bertemu dan sepakat membangun sebuah usaha baru, dan tentu saja orang yang mempertemukan itu mendapat saham kosong. Tetapi belakangan kami mengetahui, anak muda itu hanya \’\”menjual asap\”. Kami berdua tak mengenal orang itu dan tidak sedang dalam kesulitan seperti yang ia sampaikan pada kedua belah pihak. Ia hanya mempertemukan dan mengambil manfaat dari keengganan kami melakukan konfirmasi.
Belajar dari kasus itu tidak sulit bagi saya menafsirkan kasus yang menimpa sejumlah pimpinan. Di Lapas Kelas Satu Tangerang saya bertemu Antasari Azhar yang bercerita bahwa di lapas itu ia bertemu sejumlah tahanan yang \”mengaku\” telah mengirim uang kepadanya melalui seseorang agar perkaranya dibebaskan. Belakangan saya bisa mengerti mengapa ia begitu curious menyelidiki apa yang tengah terjadi di lembaga yang pernah dipimpinnya sehingga membuat koleganya tidak nyaman. Dimana ada penegakkan hukum yang melibatkan kaum berduit, selalu ada pedagang asap yang mengambil manfaat. Dan meski banyak tokoh yang terlibat korupsi, kita sering terkecoh seakan-akan itu selalu permintaan tokoh yang namanya sering digunjingkan masyarakat yang tertipu.
Majalah Tempo belum lama inj memberitakan keterlibatan sebuah partai politik di balik pencairan kredit bermasalah yang diberikan Bank BJB. Kalau diurut-urut, partai politik itu adalah partai tempat bernaung Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heriawan. Dan orang yang menghubungkan dengan salah seorang direktur \”mengaku\” berasal dari partai itu. Belakangan nama penghubung itu kita baca di koran memang benar adalah asisten pribadi pimpinan partai yang telah ditahan. Tetapi benarkah orang ini mempunyai hubungan langsung dengan Gubernur Jawa Barat? Bisa saja, gunjingan itu terjadi karena seseorang telah terlibat dalam \”perdagangan asap\” di sini.
Perdagangan asap itu bisa terjadi tanpa akses sama sekali pada \”daging\” yang tengah dipanggang. Yang jelas terjadi pertemuan antara \”dua pihak yang saling membutuhkan\”. Seseorang ingin mengambil rente (rent-seeking), dan seseorang yang menginginkan jabatan. Bila itu bertemu, asap pun ada harganya, seperti yang ditulis editor harian The New York Times dalam buku \”The Price of Everything\”. Harga selalu ada di balik setiap proses pengambilan keputusan, dan alat bayar utamanya adalah sebuah kesempatan. Jodoh, sampah, nama baik, kemacetan, kesulitan, demikian pula jabatan dan kredit. Semua ada harganya dan bentuknya tak selalu berupa uang.
Pembakaran Tak Sempurna
\”Tak ada asap tanpa api,\” mungkin itu yang Anda ingat. Tetapi harap dipahami, tak semua api ada asapnya, dan tak semua asap besar berasal dari sebuah bakaran yang apinya besar. Bisa saja bakarannya kecil, tapi yang dibakar banyak \”lemak\” dan cairannya, sehingga asapnya terasa pedas di mata. Namun dalam masyarakat yang galau, asap yang berasal dari pembakaran tak sempurna bisa dibuat, dikomersialkan, bahkan dipergunjingkan, atau dapat menjadi alat pemerasan.
Kalau Anda mempunyai kerabat yang tengah menduduki jabatan terhormat, atau menjadi figur yang terkenal, selalu waspadalah, sebab \”asap\” mereka ada peminatnya. Namun pada akhinya orang akan selalu bertanya, \”where is the beef?” Semua yang diberikan harus dapat dipertanggungjawabkan. Uang milik orang lain harus bisa dikembalikan dengan imbalan yang baik. Kalau itu sebuah usaha, harus jelas prospeknya. Kalau itu sebuah kerjasama harus jelas kontribusinya.
Ketika banyak orang menginginkan kekayaan dan jabatan, sayapun perlu mengingatkan, tak ada respek yang didapat dari jabatan yang ditukar dengan asap. Menukar jabatan dengan asap hanyalah sebuah kebodohan. Media, temukanlah sumber api dan dagingnya, jangan kipas asapnya sehingga terbakar seluruh isi rumah. Bukan cuma asap, setiap perbuatan kriminal juga ada harganya.
Rhenald Kasali
Founder Rumah Perubahan