Tak dapat dipungkiri bahwa televisi telah menjadi aktor penting yang mengubah peradaban manusia Indonesia 20 tahun terakhir ini. Harus diakui bahwa bangsa ini belajar demokrasi versi tv, ketimbang versi akademis. Melalui televisi pula, manusia Indonesia melompat ke peradapan modern, mulai dari kartu kredit, ATM, sepeda motor sampai pulsa telefon. Dan, harus diakui sejarah pembentukan brand tidak pernah luput dari televisi. Seseorang yang belum tampil dan menjadi perhatian publik di televisi, belum menjadi \”brand\”. Demikian pula dengan hasil-hasil karya kewirausahaan, belum menjadi \”brand\”-kendati sudah mempunyai logo. Namun tampil ditivi, tanpa aura positif dan content yang kuat, hanya akan menjadi gunjingan.
Dalam buku Camera Branding, saya menyinggung pula kehadiran brand kuat yang tak bisa lepas dari person tertentu. Siapa misalnya yang bisa memisahkan Microsoft dari Bill Gates, atau Apple dari Steve Jobs. Atau siapa yang bisa memisahkan Maspion dari Alim Markus, Mustika Ratu dari Moryati Soedibyo, Garuda Indonesia dari Emirsyah Satar, dan seterusnya. Peradapan social tv tidak hanya menyuarakan product atau corporate branding, melainkan juga personal branding.
Indonesia memiliki banyak ekonom, tetapi mengapa yang branded hanya dua-tiga nama. Demikian pula fisikawan, sejarawan, sosiolog, psikolog, lawyer, bahkan ustaz, ulama, ahli tafsir dan seterusnya. Jutaan anak muda di seluruh dunia saat ini bukan lagi sekedar bekerja atau berwirausaha, melainkan membangun brand. Mereka tak mau lagi diperbudak oleh perangkap “komoditi” seperti yang dihadapi Negara-negara berkembang yang produk buatannya hanya dihargai $1-$10, sementara barang yang sama yang dibangun brand-nya bisa dihargai 4 hingga 50 kali lipat. Dalam Camera Branding, ada dua kekuatan yang harus dibangun yaitu cameragenic dan auragenic.
Cameragenic
Karena gambar ditangkap dengan mata oleh pemirsa televisi di rumah, maka setiap objek yang tampil di televisi harus atraktif. Atractiveness akan menentukan apakah pemirsa ingin terus melihat atau cepat merasa bosan. Pemilihan warna, penampilan yang tidak membosankan, setting panggung yang menarik dan cara berpakaian yang tidak berlebihan, serasi harus menjadi perhatian. Bila cameragenic mengesankan atraktif secara fisik dengan tingkat familiritas yang memadai (berkali-kali ditampilkan dengan beberapa penyegaran), maka satu hal yang sering dilupakan generasi muda saat ini adalah auragenic.
Auragenic
Auragenic adalah ‘apa yang dirasakan” pemirsa. Auragenic tidak bisa didapat dari objek yang diam. Karena televisi mendeteksi gerakan, maka ia menciptakan interaksi. Dalam interaksi itu dibentuk rasa, apakah orang lain merasa nyaman atau tidak dengan kehadiran diri atau produk anda. Aura adalah sesuatu yang keluar dari interaksi itu.
Apa saja sumbernya?
Aura bersumber dari sifat yang dibawa oleh seseorang. Bila seseorang berpandangan dan berperilaku negative, maka ia dapat menimbulkan aura negative. Demikian pula sebaliknya. Jadi pertama-tama adalah aura yang berasal dari pikiran seseorang, yang dikendalikan atau tidak. Orang-orang yang memiliki auragenic biasanya menekan sikap-sikap negatif yang ada pada dirinya: merasa diperlakukan tidak adil, menyimpan dendam, tidak terpilih, rasa dikalahkan, iri hati, arogansi, menuntut perhatian berlebihan, dan seterusnya.
Dari sikap seseorang pulalah sebuah naskah iklan dihasilkan. Orang-orang beraura negatif akan menghasilkan iklan-iklan yang provokatif, yang menganggap dirinya atau produknya lebih baik, namun menimbulkan antipati publik. Dan produk yang demikian hanya akan diterima oleh orang-orang dengan aura yang sama.
Auragenic juga terwujud dari reaksi seseorang terhadap ucapan-ucapan orang yang ada disekitarnya. Apakah dari host, nara sumber lainnya, atau telepon yang masuk. Ini akan tampak dalam bagaimana seseorang merespons pertanyaan, komentar melalui ucapan, intonasi, getaran tangan, atau bahasa tubuh lainnya. Seseorang yang secara atraktif belum tentu memiliki auragenic yang kuat, demikian pula sebaliknya.
Melatih aura harus dimulai dari pikiran yang jernih, objektif yang jelas dan bersih, self awareness yang kuat serta self confidenceyang memadai.
Baik cameragenic maupun auragenic bisa dipelajari dengan memperhatikan bagaimana para aktor menguasai seni peran. Belajarlah dari tokoh-tokoh yang disukai dan jauhkanlah televisi atau layar tweeter anda dari pesan-pesan orang yang memiliki luka batin, sebab aura negatif mereka akan ikut membentuk anda.
Rhenald Kasali
Founder Rumah Perubahan