Dia berasal dari keluarga yang penuh dengan constraint (keterbatasan). Saat sekolah dasar, dia pernah tidak naik kelas.Namun, siapa sangka jika kini dia menjadi salah satu pakar bisnis dan manajemen ternama di Indonesia.
Saat bersekolah di SD Tarakanita, Jakarta, dia merasa sebagai orang miskin yang sekolah di tengah-tengah orang kaya. Celakanya, dia pernah sekali waktu tak naik kelas.Kejadian itu dianggapnya sebagai sebuah kesulitan besar dan peristiwa tragis yang harus dialami. Dia merasa malu. Guru-guru menganggapnya bodoh. Namun, dia tidak patah semangat. Akhirnya dia mampu membuktikan bahwa dirinya tidak bodoh. Ya, itulah sekilas kisah masa kecil Rhenald Kasali, Ketua Program Magister Manajemen Universitas Indonesia (UI).
Tidak jarang dia merasa tertekan dengan kondisi yang dialami. Pria kelahiran Jakarta, 13 Agustus 1960 sering kali tertekan dengan pola pendidikan yang diterima di sekolah. Pengalaman masa kecil yang pahit membuat Rhenald harus memperjuangkan hidupnya. “Untuk saya masuk ke dalam kelas menengah saat ini, penuh perjuangan yang berat. Saya berjanji agar anak-anak saya tidak boleh mengalami seperti apa yang saya alami,”ujar peraih gelar Doktor dari University of Illinois at Urbana & Champaign,Amerika Serikat (AS) ini. Ketika mendapat kesempatan kuliah di luar negeri (AS) setelah lulus dari UI, dia merasa beruntung.
Pasalnya, di Negeri Paman Sam dia bertemu dengan metode pembelajaran yang berbeda dengan di Indonesia. Hal inilah yang membuatnya seperti sekarang. Dalam benaknya, ternyata orang-orang hebat itu tidak berlebihan seperti di Indonesia. Rhenald mengaku bertemu dengan sejumlah penerima Hadiah Nobel. Mereka sederhana dan tidak sulit ditemui. Segala perjuangan yang dia lalui, kini membuahkan hasil. Kini siapa yang tak kenal Rhenald.
Peraih gelar Master Administrasi Bisnis di University of Illinois at Urbana & Champaign, AS ini sangat piawai dalam dunia manajemen dan bisnis. Kecerdasan dan kreativitas Rhenald bisa dilihat dari sejumlah tulisan yang dia tuangkan,baik dalam artikel maupun buku. Rhenald mampu membuat hal yang dianggap rumit menjadi sederhana dan enak untuk dipahami. Rahasianya, terletak pada dua hal yakni kemampuan melihat yang terus dilatih dan kemampuan mengaitkan antara satu hal dan yang lain. Di samping itu, Rhenald juga kerap mengajarkan agar orang mampu mendengar yang tak terdengar.
Kemampuan melihat dan mampu menyederhanakan masalah bagi Rhenald agar orang bisa mengambil keputusan. Namun, yang terpenting adalah selalu berpikir untuk berempati kepada orang lain. “Satu topik misalnya, yang sebenarnya biasa saja tetapi dikaitkan dengan ilmu pengetahuan (science), penelitian (research), dengan kejadian, sangat mungkin topik yang biasa itu membuat orang tiba-tiba kaget.Yang tak kalah pentingnya adalah kemampuan membuat topik itu menjadi faktual,”ujar Rhenald kepada Seputar Indonesia(SINDO).
Untuk sampai ke arah itu, yang dibutuhkan adalah rajin membaca, melakukan perjalanan, dan bertemu banyak orang. Pola ini bisa melatih mata dan mengerjakan sesuatu sendiri. Rhenald selama ini menerapkan istilah menjadi sopir ketimbang penumpang. Menurut dia, jika hanya menjadi penumpang, tidak kreatif. Tidak tahu jalan. Tidak terlatih mengatur ritme waktu. Tetapi ketika seseorang melatih diri menjadi sopir, akan berbeda. Pemikiran akan berkembang. Ada penggalian insting di situ.
Rhenald sering melatih murid-muridnya untuk bisa melihat yang tak terlihat, karena inti dari memiliki ilmu pengetahuan adalah semakin bisa melihat lebih jauh dari mata memandang. “Tetapi dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki, maka orang hanya bisa melihat sejauh mata memandang,” tegasnya. Meski saat ini Rhenald sudah sukses, dia tidak merasa tinggi hati. Hidupnya ibarat buku Thomas L Friedman, Lexus and the Olive Tree. Di satu waktu dia harus hidup di tengah kelas menengah atas, tetapi di lain waktu dia harus hidup kelas yang lebih rendah.
“Di satu saat saya bisa makan siang di hotel bintang lima, tetapi di saat yang lain ketika harus pulang ke rumah (Pondok Rangon), saya harus masuk kampung. Saya hidup dalam Lexus dan The Olive Tree,” katanya
Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/472703/34/