Rabu sore kemarin (01 Juni 2011) keluarga besar PT. Astra International Tbk meluncurkan buku “Lead by Heart” yang ditulis sebagai a tribute (penghormatan) kepada CEO yang dicintai banyak orang. Michael adalah CEO PT. Astra International Tbk (2005-2010) yang meninggal dunia di puncak kariernya, 20 Januari 2010.
Kepergiannya meninggalkan banyak kenangan indah, karena ia seorang pemimpin yang tidak hanya baik hati saja, melainkan juga mewariskan prestasi yang sangat membanggakan. Banyak orang percaya, kinerja yang dicapai Astra hari ini, tidak lepas dari kepemimpinannya di masa lalu.
Seperti acara pemberian tribute lainnya yang pernah saya hadiri, penuh puji-puji. Dan almarhum Michael sepertinya layak mendapatkannya. Ia seorang CEO yang cerdas, cepat menangkap inti persoalan, rendah hati, sederhana, berbelas kasih, dan memiliki segudang empati. Sebagai pembicara dalam talkshow yang disampaikan sahabat-sahabat dan mentornya, saya diminta memberi kajian akademis tentang gaya manajemen dan leadership. Berikut adalah alasan saya.
Buaya atau Lumba-Lumba
Saya mulai penjelasan saya dengan tipologi dua jenis kepemimpinan yang diperkenalkan Joseph White beberapa tahun yang lalu. Manusia pekerja dan manajer umumnya terbagi ke dalam dua dikotomi, yaitu tipe buaya (reptil) dan tipe lumba-lumba (mamalia). Perbedaan antara keduanya ini sudah sering saya ulas, dan mungkin Anda sudah pernah membacanya.
Dalam berbagai pelatihan saya sering meminta pada para peserta agar mengidentifikasi diri masing-masing apakah mereka tipe buaya atau lumba-lumba. Dan seperti yang saya duga hampir semua peserta lebih senang menyebut dirinya sebagai lumba-lumba. Mengapa lumba-lumba?
“Karena lumba-lumba lucu, pandai, dan baik hati,” ujar mereka.
Satu-dua peserta mengaku sebagai buaya. Bagi mereka buaya itu bengis dan kalau cari makan berani jalan sendiri. Tetapi setelah saya berikan alat tes ternyata mereka saling berkebalikan. Banyak ditemui”buaya” yang merasa dirinya “lumba-lumba”, demikian juga sebaliknya.
Lantas seperti apakah kepemimpinan Michael D. Ruslim? Sepintas ia seperti mamalia, bukan? Mamalia biasanya punya ciri-ciri berempati, merawat (nurture), pandai, intuitif, partisipatif dan hangat. Tetapi dilain pihak, sahabat dan rekan-rekan kerjanya juga menyebut ciri-ciri lain yang dimiliki oleh “buaya” seperti disiplin, decisive, detail, rational dan number cruncher. Dalam buku “Lead by Heart” terungkap hal-hal yang demikian. Tetapi bedanya ia tidak memelihara sifat-sifat ”ganas” buaya seperti : berdarah dingin, memisahkan diri (detach), agresif, dan menyerang.
Menurut Jusuf Kalla yang hadir pada kesempatan itu, pemimpin bisnis biasanya memimpin dengan akal, bukan dengan hati. Itu sebabnya di Bugis, pengusaha disebut saudagar yang berarti memiliki seribu akal. Sedangkan almarhum Michael justru sebaliknya: Hati memimpin otaknya.
Bagaimana kita menjelaskan fenomena ini? Tentu saja keberhasilan Michael Ruslim tidak mudah ditiru oleh orang lain. Sebab setiap orang dibesarkan dalam suasana batin yang berbeda-beda. Hati manusia tidak sama. Michael dibesarkan dalam keluarga pengusaha yang praktis hidup dalam suasana yang “peaceful”. Ia tidak memiliki beban sejarah yang membuatnya mudah naik pitam atau kehilangan rasa percaya diri. Ia juga dibesarkan dalam keluarga yang penuh kasih dan santun.
Dalam karir sesorang, perjalanan pertamanya biasanya diisi oleh salah satu dari kedua dikotomi di atas. Tetapi berlangsungnya waktu, manusia yang belajar pun berubah.
Manusia reptilia yang pandai mampu melihat sisi-sisi positif mamalia, sekaligus sisi-sisi buruk reptilia. Demikian juga dengan manusia mamalia. Kalau mereka belajar, pasti dengan cepat mereka ingin mengambil kekuatan-kekuatan reptilia, sekaligus membuang sifat-sifat tertentu mamalia yang cenderung lunak dan populis.
Apa-apa saja yang dibuang dan apa-apa saja yang diambil akan menentukan mereka menjadi apa.
Yang jelas, pemimpin besar bukanlah salah satu dari kedua dikotomi diatas. Pemimpin besar justru lahir dari kombinasi pembelajaran keduanya yang saya sebut sebagai “mama-reptil”. Hanya saja, ada mama-reptil yang cenderung mammals dan ada yang cenderung reptiles. Orang-orang yang dibesarkan dalam tradisi profesi kenangan biasanya cenderung reptiles, sedangkan mereka yang dibesarkandalam tradisi SDM biasanya agak mammals. Nah, pembelajaran dan siapa mentor mereka akan menentukan mereka akan menjadi apa.
Dari pembicaraan orang-orang dekat almarhum Michael Ruslim, saya hampir dapat menyimpulkan, CEO baik hati ini sebagai mama-reptil dengan kecenderungan mamalia. Tidak mengherankan bila banyak orang yang mengenalnya menyebut almarhum sebagai angels (malaikat).
Datangkan Energy
Namun demikian, perlu saya garis bawahi nasehat Joseph White. Pemimpin besar, bukanlah seorang pekerja tekun. Ia adalah seorang besar yang memiliki kemampuan “helicopter view”.
Tugas seorang pemimpin bukanlah mengerjakan hal-hal teknis, melainkan menciptakan tiga kondisi. Pertama, bangun aspirasi yang mungkin mendukung. Kedua, dapatkan orang-orang bagus (great leader). Dan ketiga, bawa energi besar ke tengah-tengah mereka dan bangun antusiasme untuk bergerak.
Saya percaya Anda semua merindukan pemimpin yang baik hati. Tetapi lebih dari itu kita butuh pemimpin yang bisa membawa energi besar untuk menciptakan perubahan. Jadilah pemimpin yang berhati mulia, bersih, namun tetap mengedepankan kinerja.
Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/403060/34/