Jakarta. Jumat, 24/04/2015- Di era modern seperti sekarang ini, perpustakaan atau sarana pendidikan untuk anak sudah sangat mudah ditemui di kota-kota besar. Beda halnya dengan era \’90-an, jangankan fasilitas pendidikan, banyak dari mereka harus berhenti sekolah karena tak ada biaya. Cita-citapun sirna begitu saja.
Sebagai seorang ibu sekaligus wanita yang mengenyam pendidikan dari Universitas Illinois, Elisa Kasali kemudian membuat gebrakan di tengah krisis moneter yang terjadi di 1998. Semangat yang ia bangun membuahkan hasil memuaskan yang bisa memberikan kesempatan untuk anak-anak kurang mampu agar dapat mengejar cita-cita mereka.
Wanita berusia 49 tahun itu kini berhasil membangun rumah baca dan sarana pendidikan anak. Ia saat ini dikenal sebagai Ketua Yayasan Rumah Perubahan, Pengelola Rumah Baca Manca dan PAUD, serta pendiri TK Kutilang. Sebelum sukses memberikan fasilitas pendidikan bagi anak-anak, istri dari Prof. Rhenald Kasali yang merupakan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu mengawali langkahnya dengan membangun posyandu di lingkungan tempat tinggalnya, area Bekasi, Jawa Barat.
\”Saya lihat anak-anak berkeliaran tanpa arahan. Orangtua mungkin sibuk cari uang. Ada dorongan kuat yang menggerakkan saya untuk memulai dari posyandu,\” tutur wanita yang akrab disapa Lisa itu.
Lisa mengatakan, di awal tahun 2000 belum ada posyandu di kawasan tempat tinggalnya. Sekalipun ada namun jarak posyandu cukup jauh sehingga banyak masyarakat sekitar yang malas mengantarkan anak mereka ke sana. Berawal dari niat yang tulus, Lisa lalu mengajak beberapa orang untuk bergabung membangun posyandu di lingkup RT mereka.
Meski tidak memiliki lokasi sendiri untuk membangun posyandu, wanita asal Aceh ini tidak kehilangan akal. Ia menyulap garasi rumahnya menjadi posyandu. Kemudian ia juga mendata anak-anak dari rumah ke rumah agar posyandu di lingkup tempat tinggal mereka bisa benar-benar terwujud.
Kemudian posyandu mulai berjalan, perhatian Lisa beralih ke pendidikan anak. Ia melihat kalau anak-anak yang merupakan teman main kedua anaknya dengan rentang usia di bawah 10 tahun masih kurang perhatian orangtua terutama soal pendidikan. Hampir setiap hari Lisa melihat anak-anak kampung di sekitar rumahnya hanya bermain dan tidak memiliki tempat untuk berbagi ilmu.
Setelah memerhatikan cukup lama, tercetuslah ide untuk membuat rumah baca. Ia mengingat bahwa buku milik kedua anaknya ketika masih tinggal di Amerika sangat banyak sehingga bisa dimanfaatkan untuk membuka akses membaca anak-anak yang kurang mampu. Lisa pun memanfaatkan lahan yang ia miliki untuk membuka rumah baca.
Lisa pun meminta bantuan dari berbagai lembaga untuk mewujudkan keinginannya tersebut. Bantuan kemudian datang dari yayasan rumah baca milik Resti Laksamana yang mendonasikan sebanyak 2.500 buku ditambah ribuan buku milik keluarga.
Rumah baca yang dibangunnya tidak sekadar menyiapkan buku-buku berkualitas namun juga ditata dengan baik agar anak betah belajar di dalamnya. Lisa memikirkan bagaimana desain rumah tersebut seperti plafon ruang dibuat tinggi tanpa sekat serta meja dan kursi yang dicat warna-warni. Tidak hanya itu, Lisa juga menyediakan kamar mandi serta peralatannya untuk anak-anak yang ingin membersihkan diri sebelum belajar. Sukses membangun rumah baca dan posyandu, usaha Lisa tak sampai di situ. Banyak ibu posyandu yang memintanya untuk mendirikan sekolah PAUD.
\”Mereka bilang kalau sekarang ada PAUD. Waktu saya tanya apa itu, tidak ada yang bisa memberi jawaban memuaskan. Saya tanya suami tapi dia malah suruh saya cari tahu sendiri. Tidak masalah, saya lalu pergi ke dinas yang menerangkan program pemerintah tentang pendidikan informal ini,\” jelas Lisa.
Setelah mendapatkan informasi yang ia butuhkan, Lisa mulai membuka pendaftaran di rumah baca miliknya. Ternyata antusiasme masyarakat sekitar sangat baik. Ia pun mendapatkan 100 anak didik untuk memulai program PAUD. Ia dibantu oleh ibu-ibu posyandu sebagai pengajar karena tidak ada tenaga guru profesional yang bisa membimbing anak-anak tersebut.
Dengan kemampuan serta pengalaman yang ia dapatkan selama mendampingi pendidikan usia dini anak-anaknya di Amerika, Lisa berusaha memberikan yang terbaik. Kemampuan Lisa dalam mengajar diakui bahkan kini berkembang menjadi TK yang dinamakan TK Kutilang. Ia tidak menuntut biaya untuk anak-anak yang belajar di TK tersebut mengingat banyak keluarga tak mampu yang menyekolahkan anaknya di sana.
Tidak hanya anak-anak yang menjadi perhatiannya, Lisa juga mengajarkan kepada para orangtua tentang pola asuh yang baik untuk buah hati mereka. Ia membentuk Forum Orang Tua Membangun Anak (FOMA) yang memiliki kegiatan berbagi seputar pola asuh. Kegiatan tersebut rutin diadakan sebulan sekali dan setiap orangtua wajib hadir agar pendidikan anak di sekolah berjalan beriringan dengan pengasuhan di rumah masing-masing.
Source: http://wolipop.detik.com
Saya sangat prihatin dengan pola pendidikan sekarang. Ditengah ekonomi yg sedang morat marit sebagian besar masyarakat indonesia hrs mengeluarkan biaya yg besar utk pendidikan putra(i)nya. Beda dgn dulu, ditengah keterbatasan ekonomi, guru, sekolah2, pola pendidikan, secara berkualitas mengajarkan pendidikan. Semoga hanya berdiri ibu Lisa yg lain diseluruh indonesia utk membantu masyarkat berwkonomi rendah utk mengenyam pendidikan utk indonesia berubah. Sukses ibu Lisa.