Isu besar Petral adalah tentang transparansi. Bagi masyarakat seperti kita, transparansi menjadi sangat penting karena kini kita berada ditengah-tengah sebuah distrust society. Masyarakat yang saling tidak percaya.
Mengapa? Sebab kita sudah terlalu sering dibohongi. Kita dibohongi oleh para politisi. Janjinya 100, yang direalisasikan tak sampai 10. Kita juga kerap diakali birokrasi. Pengurusan izin berbelit-belit, ujung-ujungnya duit. Kebanyakan produsen sama saja. Katanya produknya berkualitas, baru sebulan dipakai sudah rusak.
Demikian juga yang berjubah kealiman, nyatanya koruptor juga. Kita juga saling tidak percaya, bahkan terhadap sesama kolega. Khawatir ditipu, atau diperalat. Dalam distrust society seperti ini, segalanya menjadi lebih rumit dan biaya transaksinya mahal. Bayangkan, kita semua dianggap pembohong, sampai terbukti kita tidak menipu. Kita semua dianggap tidak bisa dipercaya, sampai terbukti bisa dipercaya.
Ini adalah hukum negatif. Sebaliknya, dalam hukum positif, semua boleh dilakukan kecuali yang tidak diperbolehkan. Semua larangan dibuat secara tertulis. Ada peraturannya, lengkap dengan rambu-rambunya. Dalam hukum negatif berlaku sebaliknya.
Semuanya serba-tidak boleh, kecuali yang diperbolehkan. Maka, kita menjadi serbatakut untuk melangkah, termasuk mengambil keputusan. Hidup dalam masyarakat yang seperti ini sangat melelahkan. Kita saling tidak percaya. Semua mata saling memandang dengan penuh rasa curiga.
Mengapa Berlarut-larut
Petral saat ini tengah berada dalam masyarakat yang seperti ini. Saling tidak percaya, menurut Stephen MR Covey, membuat segalanya bergerak lambat dan mahal. Contohnya begini. Sebagian Anda tentu pernah mengurus kredit mobil. Untuk mendapatkan kredit mobil yang pertama, Anda akan melewati beberapa proses.
Mengisi formulir aplikasi, melampirkan berbagai dokumen, bahkan kediaman Anda pun mesti disurvei oleh perusahaan pembiayaan kini dilakukan diam-diam, tanpa sepengetahuan Anda. Begitu Anda berhasil melunasi kredit tersebut tepat waktu, mengurus kredit untuk mobil berikutnya jadi jauh lebih mudah.
Bahkan tidak perlu repot-repot mengajukan permohonan, pihak perusahaan pembiayaan justru yang akan menyodor-nyodorkan agar Anda mengambil kredit dari mereka. Memakai analogi kredit mobil, maka yang harus dilakukan Petral dalam kondisi saat ini adalah merebut kembali kepercayaan stakeholder-nya.
Kepercayaan masyarakat. Bagaimana caranya? Mudah saja. Jadikan segalanya transparan, termasuk semua transaksi yang dilakukan Petral dengan mitra-mitra dagangnya. Itulah yang agaknya kurang mereka lakukan. Bagi saya, ini agak mengecewakan. Maksudnya, mengapa Petral membuat kondisi semacam itu sampai terjadi. Bahkan berlarut-larut.
Padahal, menurut saya, mestinya Petral punya beberapa catatan yang cukup positif. Misalnya, selama 2010- 2011, Petral memperoleh penghargaan dari otoritas perdagangan Singapura sebagai perusahaan skala UKM di Singapura, Petral masih masuk kelompok tersebut dengan peringkat transaksi sampai ke-15 terbesar. Lalu, pada tahun berikutnya peringkat Petral naik menjadi ke-8.
(Walau dari sisi yang lain kita mungkin prihatin. Sebab itu mengindikasikan terus meningkatnya volume impor minyak mentah dan BBM). Lalu, sejak Juli 2012 Petral sudah menerapkan aplikasi Enterprise Resource Planning (ERP), sebuah sistem informasi yang memungkinkan perusahaan mengonsolidasikan seluruh sumber dayanya, sehingga jajaran manajemennya bisa membuat keputusan dengan lebih cepat dan lebih baik.
Aplikasi itu memungkinkan perusahaan untuk menyediakan semua data yang dibutuhkan guna pengambilan keputusan. Aplikasi ini terkoneksi pula dengan aplikasi ERP yang juga diterapkan oleh perusahaan induknya, Pertamina. Jadi dengan adanya aplikasi ini, mesti jajaran manajemen Pertamina, termasuk pemegang sahamnya, tahu persis apa yang dilakukan Petral.
Ini artinya meningkatkan pula kinerja good corporate governance (GCG) baik dari sisi Petral maupun Pertamina. Saya juga tahu persis untuk mendukung penerapan GCG, Pertamina sudah menerapkan whistleblower system . Sistem ini memberikan peluang bagi para pegawai Pertamina dan siapa pun untuk secara rahasia melaporkan soal tindakan-tindakan yang tidak etis yang terjadi di Pertamina, dan Petral tentu saja.
Mereka bisa melaporkan kasus korupsi, conlict of interest , pencurian, kecurangan hingga pelanggaran atas aturan, tanpa harus diketahui oleh pihak perusahaan. Sebab, whistleblower system di Pertamina ini dikelola oleh pihak ketiga. Bukan oleh Pertamina. Hanya, apa boleh buat, perilaku politisi yang mencoba-coba bermain dalam bisnis minyak membuat semua prestasi itu seperti hilang ditelan samudra. Apalagi Petral serbadiam.
Miskin Informasi
Secara umum impor minyak Pertamina melalui Petral, PTT, KIPCO, dan Pertamina sendiri dilakukan melalui dua cara, yakni sistem kontrak jangka panjang (75%) dan pembelian melalui pasar spot (25%). Pembelian melalui pasar spot ini terbilang sedikit. Mungkin hanya untuk satu atau beberapa kargo.
Sebenarnya pengadaan minyak dengan formula 75/25 biasa dilakukan oleh sejumlah negara di Asia. Jepang dan Korea Selatan, misalnya, biasanya menerapkan pembelian dengan formula 67/33. Belakangan formula ini mereka ubah. Volume pembelian melalui kontrak menjadi lebih banyak. Ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar spot . Dengan kondisi semacam ini, saya kira, update informasi masih menjadi persoalan besar bagi Petral.
Padahal, mestinya itu bisa dilakukan. Faktanya itu tidak mereka kerjakan. Misalnya, Petral hanya menyajikan ringkasan dari data transaksi yang mereka lakukan sampai Mei 2012. Mana data untuk tahun berikutnya? Padahal, ini sudah menjelang akhir 2014. Lalu, data kinerja finansial yang tersedia juga baru dari tahun 2010 ke 2011.
Mana informasi untuk tahun 2012 atau 2013? Dalam website-nya Petral juga menyajikan data tentang national oil company (NOC) yang menjadi mitra dagangnya. Di sana ada 16 perusahaan yang sebagian besar adalah trading arm dari produsen migas ternama seperti CNOOC dari China, Gazprom asal Rusia, Petronas dan Petrobras, atau PTT dari Thailand.
Jadi, dengan miskinnya data transaksi terbaru yang disajikan Petral, tak mengherankan kalau kecurigaan masyarakat tidak kunjung surut. Maka, Petral harus memanfaatkan pembentukan Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dipimpin oleh sahabat saya, Faisal Basri, sebagai momentum untuk meluruskan berbagai informasi yang keliru—kalau memang yang terjadi adalah salah informasi.
Dalam teori kebenaran, Faisal Basri dan timnya layak dijadikan musuh, tapi dalam pengertian positif. Sebab, saya kutip saja pernyataan dari penulis novel horor Stephen King, ”Only enemies speak the truth; friends and lovers lie endlessly, caught in the web of duty.”
Rhenald Kasali
Founder Rumah Perubahan