Drama yang Buruk – Jawa Pos

Beberapa hari belakangan kita disuguhi beberapa drama seru. Di ajang Asian Games 2014, atlet-atlet kita, baik bulutangkis, wushu, atletik, renang, dan lain sebagainya, telah menunjukkan semangat yang luar biasa. Hasilnya pun kita sudah tahu.

Di DPR, kita juga menyaksikan tontonan seru: drama tengah malam antara pilkada langsung dan tidak langsung. Dilanjutkan dengan pertarungan dalam pemilihan ketua DPR dan rekam jejak mereka soal korupsi. Kita juga sudah tahu siapa pemenangnya, drama yang dimainkan presiden, serta kemarahan rakyat kepadanya.

Apa perbedaan dari dua drama tersebut?

Di AsianGames, kita betul-betul tegang. Jantung berdebar-debar, sesekali ikut bersorak, mengepalkan tangan kala smespasangan ganda kita berhasil menyulitkan lawan. Dan kita puas dengan hasilnya: dua medali emas dan satu perak.

Bagaimana drama di DPR? Sama sekali tidak bermutu. Bahkan memaksa kita sering mengelus dada. Untung, drama itu berlangsung dinihari, kala anak-anak sudah terlelap. Bayangkan kalau siaran langsung drama di DPR itu sore atau malam, kemudian anak-anak bertanya ke kita, ”Itu ada apa? Katanya rapat, kok ribut banget, saling tuding, saling sela, marah-marah, dan pakai walkout segala.”

Apa tanggapan kita atas komentar tersebut? Saya terus terang tidak tahu. Bagaimana bisa menjelaskan kepada anak-anak bahwa mereka anggota dewan yang terhormat kalau perilaku mereka sama sekali tidak terhormat. Bagaimana kita bisa menjelaskan bahwa mereka adalah wakil-wakil rakyat yang akan memperjuangkan kepentingan kita, tetapi kita sama sekali tidak merasakannya. Mereka hanya memperjuangkan kepentingan kelompoknya. Bukan kita.

Drama Pembuka

Para anggota DPR itu mungkin bisa bersiteguh bahwa mereka tengah memperjuangkan kepentingan kita. Tapi, kita tentu tak bisa dibohongi. Kalau mereka bilang tengah berjuang untuk kepentingan rakyat, kita bisa dengan mudah mengeceknya di pasar uang.

Lihat saja, seusai pemilihan paket pimpinan DPR yang berlangsung hingga dinihari, Kamis pagi (2/10) kurs rupiah dan indeks bursa kita langsung merosot. Nilai rupiah kita langsung turun dari Rp12.100 per USD menjadi Rp12.140. Begitu pula ketika sesi perdagangan Kamis pagi dibuka, investor langsung melakukan aksi jual sehingga IHSG tertekan dan turun 33,803 poin.

Drama tersebut barulah babak pembuka dari pertarungan panjang antara dua kubu di DPR. Kubu pertama mewakili kelompok partai oposisi, sementara kubu satunya berisi partai-partai pendukung pemerintah. Anda mungkin bisa membuatnya lebih tegas lagi. Itu setidak-tidaknya bakal berlangsung sampai lima tahun ke depan.

Bagaimana kita mesti menyikapi hal tersebut?

Kalau itu perusahaan, mungkin kita bisa dengan mudah mengambil keputusan. Para wakil rakyat tersebut bisa kita ibaratkan karyawan atau orang gajian yang bekerja untuk kita. Sementara kita adalah pemilik perusahaannya. Bukankah seharusnya memang seperti itu? Bukankah para wakil rakyat adalah orang-orang yang kita gaji melalui pajak (kalau Anda membayarnya) ke negara setiap tahun.

Apa jadinya kalau pemilik perusahaan melihat karyawan yang kerjanya ribut melulu? Pagi, siang, dan malam bertengkar terus. Pecat saja!

Membangun Sekat

Sayangnya, ini yang menyebalkan, dunia politik adalah dunia kekuasaan. Meski begitu, saya kira kita tidak boleh membiarkannya berlarut-larut dan menyandera perekonomian kita.

Jadi, mari kita meniru negara-negara maju. Di sana, perdana menteri atau presiden boleh turun atau diturunkan, entah karena skandal atau kinerjanya, tapi roda ekonomi terus berputar tanpa terganggu.

Kita mungkin bisa memulai dengan membangun sekat-sekat agar apa pun yang terjadi di wilayah politik tidak berimbas ke dunia bisnis. Misalnya, jangan lagi terlalu mengandalkan proyek-proyek dari pemerintah. Aturan pendanaan untuk partai politik dan politisi juga harus dibuat lebih tegas serta transparan. Jangan lagi ada pengusaha yang mau menjadi cukong partai politik dan politisi. Dan masih banyak lagi.

Jadi, biarkan saja politisi mencak-mencak di panggungnya. IbaratDangdut Mania, Show Imah, atau tontonan Bukan Empat Mata. Jangan mengeluh. Kita bangun tembok sebagai sekat dan jadikan itu sebagai batu loncatan untuk membuat bangsa kita naik kelas seperti di negara-negara maju.

 

Rhenald Kasali

Founder  Rumah Perubahan

Sebarkan!!

1 thought on “Drama yang Buruk – Jawa Pos”

  1. Drama yang membuat masyarakat langsung under estimated dan kurang percaya dengan anggota dewan, setelah beberapa tahun mereka dikecewakan dengan kinerja anggota dewan, Entah kita bisa berbuat apa.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *