Di masa lalu, rata-rata pegawai dan eksekutif Indonesia hanya menikmati satu karier saja sepanjang hidupnya. Maksud saya, bukan hanya pada satu jenis industri saja, melainkan juga pada satu perusahaan. Orangtua saya dulu bekerja untuk sebuah perusahaan pelayaran, dan ia hanya bekerja di sana sampai pensiun. Demikian pula para pegawai yang bekerja di BUMN dan perusahaan-perusahaan besar, apakah itu perkebunan, minyak dan gas, pertambangan, logistik, airlines, dan sebagainya.
Semakin besar perusahaan dan semakin banyak paket \”kenyamanan\”, maka makin betahlah seorang berkarir. Turn overkepindahan rendah. Dan tahukah Anda, perusahaan yang dirancang seperti ini rata-rata usia karyawannya cukup tua. Rata-rata usia karyawan di perusahaan perkebunan milik negara adalah 45-50 tahun, dosen di universitas tua, 40 tahun serta usia pegawai Pertamina saat mulai dipimpin Arie Sumarno adalah 45 tahun. Bandingkan dengan universitas yg masih muda (30 tahun), Trans TV (dugaan saya, 26 tahun), IT – based companies (rata-rata 27 tahun).
Saya rasakan bedanya, kalau mampir ke perusahaan yang mapan saya dipanggil bapak, sedangkan di Trans TV mereka memanggil saya \”Oom\”. Sudah begitu turn over karyawannya tinggi sekali, sangat kompetitif, jam kerja padat, proaktif, dan kreatif.
Namun semakin ke sini banyak perusahaan yang membongkar diri menjadi lebih muda, dinamis, dan agresif. Dalam buku Cracking Zone, saya menyebutkan telah terjadi peralihan dari \”budaya kucing\” menjadi \”budaya cheetah\”.
Kompetisi di dalam lebih keras, comfort zone menjadi musuh kemajuan. Kinerja semua orang diukur, yang rajin membolos atau tak menghasilkan apa-apa diberi paket pensiun dini atau keluar. Maka sejak lima tahun terakhir ini dunia karyawan Indonesia mulai mengenal istilah \”karir kedua\”. Kalau berhenti bekerja atau keluar dari sangkar emas di usia kepala empat, apa yang mau dilakukan?
Segudang Pilihan
Orang-orang dulu hanya punya pilihan ganti kerja. Dari Guru sekolah negeri ke sekolah swasta, dari PTPN ke perkebunan swasta, dari Pertamina ke Shell atau Petronas dan seterusnya. Tetapi sekarang Anda punya banyak pilihan. Kemarin saya didatangi mantan pegawai departemen keuangan yang kini menjadi pengusaha SPBU. Seorang kepala bagian distribusi sebuah media cetak kini menjadi pemilik restoran bebek goreng. Mantan direktur keuangan BUMN menjadi politisi. Istri saya yang dulu bekerja kini menjadi penggiat sosial. Pilihannya luas sekali, mulai dari menjadi wirausaha, politisi, ustads atau pendeta, aktivis sosial, pendongeng, penyiar radio, pelukis, lobist, penulis buku, guru, dan sebagainya.
Semua pilihan ada di tangan Anda. Sekarang juga ada banyak alat tes yang dapat Anda andalkan untuk menemukan bakat. Mulai dari tes tertulis, foto aura, finger test, psikotes sampai fortune teller dan tes bakat melalui internet.
Tetapi harap diperhatikan, bakat itu hanya menggambarkan potensi belaka. Potensi itu baru bisa menjadi kekuatan kalau Anda berhasil menemukan \”pintunya\”. Maka, keluarlah dari sangkar emas Anda, berjalanlah menemukan seribu satu orang, datangi berbagai pihak, niscaya Anda akan menemukan jalan tol yang membawa potensi itu ke pintu gerbang kebahagiaan.
Manajemen Frustasi
Namanya juga karir kedua, pasti tak senyaman hidup di ujung karir pertama. Di awal karir kedua semua orang akan memulai lagi hidupnya dari segala ketidaknyamanan. Tak peduli berapapun usia Anda, di awal karir kedua Anda adalah junior yang tengah berevolusi. Gamang, kurang luwes, ragu-ragu, banyak bengongnya, lebih sering kalah daripada menang, kurang pede, belum banyak dikenal, dan seterusnya.
Maka di Amerika Serikat, banyak universitas dan college yang menawarkan program transisi yang membantu karyawan-karyawan di usia 40-an yang ingin hijrah ke karir kedua. Program second career ini bisa Anda temui di hampir semua kota, dan pemerintah memberi dukungan yang tinggi supaya mereka tidak menjadi penganggur yang memberatkan negara dan keluarganya.
Saya pikir ada baiknya program seperti ini mulai digagas di sini. Namun apapun pilihan yang Anda ambil, saya kira setiap orang yang pindah kwadran hendaknya sadar bahwa tak ada keberhasilan tanpa kemampuan mengelola rasa frustrasi. Tak ada upaya baru yang seketika akan sukses, dan selama Anda memulainya Anda pasti akan mengalami masa-masa yang sulit. Dan kalau kurang berhasil, jangan diamkan. Lakukan sesuatu dan tiupkan ruh kesegaran agar cahaya kembali bersinar seperti ketika Anda memulai karir pertama dulu. Selamat memasuki karir kedua.
Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia