Banyak anak muda dan orang tua yang mulai berusaha selalu bertanya, harus mulainya dari mana? Saya selalu mengatakan Anda bisa mulai dari mana saja, yang penting jangan menunda, mulailah dari sekarang. Sebab tak ada orang yang menyentuh garisfinish tanpa mulai dari garis start, namun berbeda dengan lari maraton, Anda belum tentu akan berhenti diujung garis dimana Anda memulainya.
Saya ambil contoh yang gampang saja. Sebuah hotel berbintang yang berdiri megah di kota Padang misalnya, ternyata dimiliki seseorang yang dulu memulai bisnisnya dengan berjualan pisang goreng di kaki lima. Pengusaha lainnya yang kini diberi gelar ‘Datuk Rangkayo\’, pengusaha minyak dan oli, dulu juga memulainya dari Pasar Senen dengan menyewakan lampu-lampu petromaks untuk pedagang-pedagang kaki lima. Sahabat saya, Mohammad Syarif, pengusaha keramik dulu memulainya dengan perdagangan keramik-keramik KW 3. Kini ia memiliki sejumlah usaha, selain beberapa pabrik keramik.
Bila kisah ini belum cukup meyakinkan Anda, saya akan mengajak Anda mengenal lebih jauh dua nama pengusaha lain yang usahanya mungkin sudah Anda kenal, yaitu CNI dan Intraco. Yang pertama dikenal sebagai pengusaha suplemen kesehatan yang dibangun melalui jaringan MLM dan yang kedua pengusaha alat-alat berat yang sahamnya diperdagangkan di bursa dan kini menjadi distributor alat-alat berat terkemuka.
CNI: Dari Aluminium Bekas
Abrian Natan yang kini dikenal sebagai Chief Executive Officer (CEO) sekaligus pendiri PT Citra Nusa Insan Cemerlang (CNI) adalah sebuah perusahaan suplemen kesehatan terbesar di Asia Tenggara. Produk andalannya telah banyak dikenal pasar, sebut saja Sun Chlorella, Kopi Ginseng, Ester-C, dan Sun-O-Vit. Bagaimana CNI bisa menjadi seperti sekarang ini?
Abrian mulai usahanya di usia muda dengan mengumpulkan sisa-sisa aluminium potongan yang terbuang dari sebuah toko dan menjualnya kepada orang yang membutuhkannya. Dari situ ia beralih ke bisnis minuman dalam botol dengan mempekerjakan banyak pegawai yang mendorong gerobak di berbagai titik keramaian kota Bandung. Saat SMA ia telah menjadi pionir penjualan minuman ringan dengan gerobak. Tahun 1982-1983, Abrian berbisnis jual-beli mobil. Belum sampai memiliki show room mobil, Abrian dilamar kakak iparnya untuk mendirikan CNI. Bersama dua kakak dan seorang kawan, mereka pergi melihat bagaimana Sun Chlorella dipasarkan dengan metode MLM di Malaysia, Singapura, Hong Kong, dan Jepang.
Meski saat itu di Indonesia makanan kesehatan belum populer, mereka jalan terus. Tanggal 1 Oktober 1986 berdirilah PT Nusantara Sun Chlorella Tama (NSCT) dengan produk satu-satunya: Sun Chlorella, yang berbahan baku ganggang hijau air tawar dari Jepang. Hanya dalam waktu enam bulan, kota Bandung berhasil dikuasai, lalu pindah ke ibukota. Di Jakarta mereka menyewa ruko di kawasan Duta Merlin untuk berkantor. Lantai dasar untuk mendisplay produk sekaligus tempat presentasi dan pelatihan, sedangkan tiga lantai di atasnya menjadi tempat tinggal.
Banyak orang berpikir sekali produk sudah ditangan dan nama sudah dikenal, semua urusan beres. Nyatanya tidak demikian. Kalau Anda membaca buku saya yang berjudul River Company, maka Anda akan menemukan betapa banyak lika-liku yang harus mereka hadapi.
Mulai dari masalah devaluasi, pembenahan distributor, pengembangan SDM, sampai urusan teknologi. Bergelut dengan masalah adalah seni yang harus dihadapi pengusaha sehari-hari. Namun berkat ketekunan dan manajemen yang sophisticated, CNI kini telah berevolusi menjadi perusahaan besar. Dalam area direct selling yang menggabungkan industri single level marketingdengan MLM, CNI merupakan pemain terbesar. Pada 2004 saja CNI telah menguasai pasar dengan nilai Rp 2,8 triliun. Posisi ini berarti mengungguli nama-nama besar dalam dunia farmasi, seperti PT Roche Indonesia dan PT Merck Indonesia Tbk.
Intraco: Dari Bengkel Becak
Saya baru saja diundang untuk berbicara di PT Intraco, sebuah perusahaan one stop service di bidang alat-alat berat dan disitulah saya bertemu dengan Halex Halim, pendirinya lebih dari 40 tahun lalu. Prinsip mereka sederhana saja: dengan kerja keras dan jujur, suatu hari bisa menjadi orang ‘yang dihormati\’.
Pada tahun 1992 perusahaan ini melakukan go public, dan sejak itu kapitalisasi pasarnya berkembang dari Rp 60 miliar menjadi lebih dari Rp 1 triliun. Harga sahamnya pun sekarang mendekati Rp 2.500. Tahun 2010, pendapatan perusahaan mencapai Rp 2 triliun. Intraco pun memiliki sejumlah anak usaha mulai dari bidang pembiayaan, penyewaan, penjualan alat berat baru dan bekas, kontraktor pertambangan, serta perakitan alat berat.
Siapa menyangka bahwa usaha sebesar itu dibangun dari reparasi sepeda dan penyewaan becak Dai Lim Fang, milik ayahnya. Bengkel di Palembang ini awalnya hanya dikenal karena tidak ‘mata duitan’. Tetapi sayangnya, untungnya sedikit. Halex dan kakaknya kemudian meminta izin ayah untuk fokus kepada bengkel sepeda, yang kemudian dibesarkan menjadi toko sepeda. Toko ini semakin besar ketika Halex merantau ke Jakarta dan menjadi pemasok barang-barang kebutuhan sepeda dari Jakarta untuk dikirim ke Palembang. Lama-lama ia terbiasa melakukan trading dan impor. Berbekal pengetahuan itu Halex kemudian menyerahkan usaha sepeda pada keluarga dan ia mencoba bidang baru yang lebih bergengsi.
Ia menjadi eksportir wig(rambut palsu) yang bahan-bahannya dikumpulkan dari Cilacap, Tegal, dan Yogyakarta. Ekspor rambut ke Hong Kong bisa mencapai 4-5 ton rambut setiap bulannya, dan ia memboyong keluarga tinggal di Hongkong. Tetapi bisnis tak selamanya menguntungkan, apalagi saat Amerika Serikat memproduksi rambut sintetis yang lebih murah dan lebih mudah diwarnai. Usaha ini bangkrut dan Halex pun harus kembali ke Jakarta bersama istri dan anak pertamanya. Ia pun menganggur selama 6 bulan.
Tetapi pengusaha bukanlah telur yang bila jatuh mudah pecah. Pengusaha harus memiliki kemembalan seperti bola tennis. Setelah 6 bulan mengurung diri ia mulai berani keluar menemui banyak orang, sampai akhirnya Halex bertemu dengan dua teman mainnya saat kecil, yang mengajak berdagang alat diesel dan traktor. Mereka membentuk UD Intraco (Usaha Dagang Indonesian Tractor Company). Saat banyak perusahaan kayu di Sumatera dan Kalimatan melakukan mekanisasi pengangkutan kayu, Intraco menawarkan penyediaan suku cadang dengan semboyan “Anda perlu, kami punya”. Lalu, pada pertengahan tahun 1980-an, PT Intraco Penta resmi memegang agensi untuk Volvo Construction Equipment.
Demikianlah seterusnya perusahaan dibenahi, diperbaiki manajemennya, lalu generasi kedua yang memiliki pendidikan barat pun bergabung. Kini Intraco telah berkembang demikian pesat.
Sama seperti CNI, Intraco dan banyak perusahaan lain adalah contoh kewirausahaan yang tangguh. semuanya berani memulai, dan berproses, meski tak tahu ujungnya akan bermuara dimana. Maka janganlah takut untuk memulai. Karena Anda akan bermuara di suatu tempat yang tak Anda duga, asalkan Anda berani memulainya.
Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia