Tentu saja, perekonomian yang menarik bagi pelaku usaha global belum tentu menarik bagi para politisi dan rakyat. Sepanjang kesenjangan kaya-miskin tetap lebar, maka pertumbuhan ekonomi tetap rawan. Apalagi yang berjuang di negeri ini masih didominasi oleh sektor informal yang menempati lapak-lapak yang mudah digusur Satpol PP dan mengalami kesulitan mengurus formalitas usaha.
Dalam Cracking Zone, terdapat lima pilar yang membuat pemerintah-rakyat dan pengusaha Indonesia perlu bertindak lebih berhati-hati. Kelima pilar itu adalah entrepreneurship power (dengan 50,7 juta usahawan sektor informal), spending power yang meningkat cepat (pendapatan perkapita sudah melewati angka USD 3,000), social net power (penetrasi pengguna jejaring sosial yang tinggi, jumlah ponsel yand dimiliki penduduk melewati 200 juta), competition power (penyempurnaan business process, perang harga, dan efek freemium), serta new generation power (masuknya generation C atau connected generation dengan potensi memperbaharui industri atau menjadi crackers).
Lantas, kehati-hatian apa yang harus kita hadapi saat ekonomi membaik namun jalan yang dilewati mengalami cracking?
Kualitas Internal
Kesiapan seperti apa yang saya maksud?
Semua kesiapan, tentu, akan menentukan kualitas internal perusahaan Anda. Pertama, Anda hanya akan bisa bersaing bukan karena Anda bisa mendapatkan premium segment dengan harga tinggi. Melainkan seberapa fleksibel dan efisien struktur biaya Anda. Perbaikan internal pada sejumlah perusahaan akan mendorong terjadinya price war, dan pemenangnya adalah mereka yang membenahi business process, bukan yang menguasai market share.
Kedua, persaingan juga terjadi dalam mendapatkan SDM berkualitas. Perusahaan-perusahaan besar akan fokus pada pengetahuan sedangkan pendatang-pendatang baru akan fokus pada attitude. Talent war akan membuat perusahaan-perusahaan kesulitan mendapatkan SDM sesuai dengan yang mereka butuhkan. Tetapi beruntunglah perusahaan bahwa pasar SDM berkualitas terbagi dalam dua segmen, yaitu segment high brain memory (tampak dalam nilai yang dicapai seseorang pada sertifikat akademik dan indeks prestasi) dan high quality of myelin (muscle memory). Yang diburu oleh perusahaan-perusahaan besar adalah segmen pertama, dan mereka siap melatih SDM yang baru berbentuk potensi menjadi tenaga professional yang handal.
Segmen kedua biasanya diabaikan oleh perusahaan-perusahaaan besar, terutama bila mereka tidak berasal dari kampus-kampus terkemuka, atau tidak memiliki kualitas akademik yang tinggi. Dengan demikian mereka tidak tertampung di perusahaan-perusahaan besar dan rela dibayar “about market average” dan menjadi sasaran UMKM. Untuk mendapatkan SDM yang kualitas myelin-nya baik, diperlukan cara penggajian yang berbeda.
Singkatnya, talent war tidak dapat dihindari, dan kita semua akan kerepotan mendapatkan tenaga-tenaga berkualitas tinggi di saat ekonomi membaik seperti ini.
Itulah sebabnya saya berani mengatakan para Cracker merombak kulturnya dari budaya kucing (yang bersifat comfort, rumahan, diberi makan, guyub) menjadi budaya cheetah (yang harus mencari makan sendiri, agresif, bergerak ke luar, tidak guyub, aktif).
Persiapan ketiga adalah perbaikan kualitas internal pada budaya organisasi (korporat). Perubahan budaya berarti merubah DNA, dari DNA yang tertidur, pasif dan comfort , menjadi DNA yang penuh gairah, aktif, berorientasi pada kreativitas dan produktivitas.
Dan terakhir, tentu saja mempersiapkan SDM dengan melatih kembali (retraining) SDM-SDM yang sudah terlatih. Seringkali masalah yang dihadapi bukanlah hard competence, dalam bentuk pengetahuan, melainkan pada attitude dan cara berpikir dalam menghadapi dunia baru. Karena itu celakalah training manager yang beranggapan ini dan itu sudah diberikan, sebab masalahnya bukan itu, melainkan bagaimana semua itu ditambatkan dalam diri manusia.
Membaik = Makin Sulit
Demikian pula saat untung meningkat, tuntutan untuk berbagi menjadi lebih besar. Perusahaan semakin besar, namun penggajian tidak dapat dilakukan sekedar menggaji. Demikian pula dengan harga komoditas membaik, biaya-biaya yang dikeluarkan akan lebih besar. Anda akan mengalami hal-hal yang baru yang membutuhkan cara-cara pandang baru, dan kerjasama yang solid. Selamat menikmati berusaha dalam dunia baru. Berubahlah sekali lagi, dan tetaplah adaptif dalam menghadapi dunia baru yang terus berubah.
Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/406303/34/