Kasus
Selain Randy, kita juga mendengar bisnis Sheikh Puji yang belakangan ditangkap karena mengawini anak di bawah umur, atau Puspo Wardoyo, pemilik waralaba Ayam Bakar yang restorannya enak, namun belakangan dimusuhi ibu-ibu karena mempromosikan poligami. Dan tentu saja Ramly Araby, pendiri PT Kurnia Subur Alam Raya yang berhasil menggaet puluhan miliar rupiah dana investor, termasuk uang para politisi, yang ternyata hanya bisnis money games. Ia juga ditangkap dan dihujat.
Di luar negeri, ada O\’ Leary, CEO Ryan Air yang melakukan kampanye pemasaran supercontroversial, dan hampir selalu berujung dengan amarah publik, pengadilan dan denda.
Di Jakarta pada tahun 1980-an, muncul almarhum Sukiatno Nugroho, yang memperkenalkan Es Teller 77 Juara Indonesia. Almarhum adalah tokoh kreatif yang sering membuat lomba aneh-aneh, tapi saat mengangkat usahanya sendiri, ia membuat lomba kuliner. \”Dan pemenangnya ya mertua saya sendiri,\” ujar almarhum Sukiatno sambil terkekeh-kekeh kepada saya suatu ketika.
Sukiatno tak berurusan dengan polisi karena caranya tidak merugikan orang lain. Apalagi sebagian kalangan menilai makanan buatannya layak jadi pemenang, dan waralabanya, meski tak selalu sempurna, dikelola secara baik.
Lain Es Teller, lain pula peti mati. Kepada saya, kemarin pagi di Metro TV, Sumardy yang mengirim undangan peluncuran bukunya dengan menggunakan peti mati mengaku \”sudah bosan\” dengan cara-cara stAndar pemasaran yang dilakukan banyak orang. Ia pun ingin mendobraknya. Hanya saja, waktu dan konteksnya kurang pas. Begitu menerima peti mati, orang-orang yang diundangnya langsung menganggapnya sebagai sebuah teror. Ia pun berurusan dengan polisi, dan sampai kemarin masih diwajibkan melapor.
Buku yang ditulisnya relatif bagus, desainnya juga dibuat tidak membosankan, hanya saja biaya peluncurannya menjadi sangat mahal, yaitu saat polisi memintanya melapor secara rutin. Buat orang Jakarta, waktu bukanlah barang murah. Kini, kantornya dipenuhi puluhan peti mati yang belum terkirim. Kata orang Tionghoa, menyimpan peti mati sebelum kematian akan membawa sial. Entahlah apa yang ada dipikiran Sumardy, mungkin ia harus segera melelangnya.
HUKUM ALAM
Anda bisa memendekkan proses, menjadi lebih singkat dan efisien. Tetapi jangan berpikir popularitas, keuntungan, nilai penjualan, atau kaya raya bisa diperoleh serba instant seperti membuat kopi, teh, atau obat sakit kepala. Anda bisa saja kawin muda, tapi tak bisa mantu dengan menyerahkan bayi yang masih merah ke tangan seorang bandot tua.
Berusaha itu ibarat menjadi petani yang jatuh cinta pada sawahnya. Setiap pagi ditengok, diberi pengairan, dicabut gulmanya, dijaga dari serangan tikus dan burung. Kalau ada semut dan serangga, biarkan saja, mereka hanya menumpang bermain. Anda perlu ikut penyuluhan biar tahu metode dan padi unggulan baru. Tapi tak ada jaminan padi Anda aman dari alam, apalagi hari ini ditanam besok pagi sudah bisa dipanen. Kalau itu yang Anda inginkan, pindah saja menjadi pembuat toge. Malam diolah, pagi sudah berkecambah.
Sekarang memang banyak orang yang ingin cepat kaya dan bebas dari segala risiko. Namun sampai hari ini belum ada ilmuwan dan praktisi yang berhasil menunjukkan cara terbaik kaya dalam sekrjab, dan bebas risiko selain membual lewat seminar. Kalaupun ada, risikonya disembunyikan.
Celakanya, hasil penelitian menunjukkan, banyak orang Indonesia yang tak bisa melihat kaitan hasil dengan risiko. Artinya, saat menerima iming-iming bakal menjadi kaya raya, mereka menutup mata trrhadap risiko. Dan sebaliknya, kalau pintu dibuka dengan gambaran risiko, mereka tak bisa melihat potensi keuntungan yang besar.
Hukum bisnis mengatakan: High Risk-high return, low risk-low return. Anda tinggal putuskan saja, ingin tinggal di mana. Semakin Anda kaya, risiko kehidupan Anda juga semakin besar. Jadi berbagilah pada sesama, agar hidup damai, kaya namun bahagia.
Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia