Mindset – Jawapos 23 Mei 2011

Setiap terlibat dalam proses transformasi, saya selalu bertemu  dengan dua kelompok yang berbeda: Penerima dan penentang. Semula saya menduga para penentang adalah orang-orang yang kalah, tersingkirkan, dan  maaf, kurang pandai.  Tetapi belakangan saya menemukan, orang-orang yang diuntungkan oleh perubahan dan sangat pandai ternyata juga bisa bergabung dengan penentang bagi perubahan yang baik. Demikian pula sebaliknya.

Tidak sulit bagi saya untuk membaca pikiran keduanya, sebab hampir setiap hari Rumah Perubahan mendapat titipan kedua kelompok itu. Objektifnya sederhana saja: ganti kaset. Teman-teman saya menambahkan: ganti kaset, banting setir.  Persis seperti diucapkan para santri di sebuah pesantren di Lamongan.

Seperti komputer yang harus di setting sebelum dipakai, otak manusia dalam menghadapi perubahan rupanya juga harus di set ulang. Tentu bukan sekedar settingan margin atas-bawah, atau kiri-kanan, melainkan juga settingan berpikirnya.
Kata para ahli, mindset adalah set of assumption. Jadi ia terdiri dari asumsi-asumsi yang dianut seseorang dan sudah tidak cocok dengan kebutuhan yang baru. Dalam banyak hal mereka terkurung oleh pikiran-pikiran dan anggapan-anggapannya sendiri.

Melalui rangkaian proses therapy selama dua-tiga hari kami melakukan penyetelan ulang. Tentu saja orang-orang ini harus dibawa ke titik nol lebih dulu, dikosongkan dari pikiran-pikiran lamanya. Tetapi proses mengisinya tidak bisa dilakukan secara konvensional. Melalui rangkaian proses bermain dan melatih muscle memory (myelin), pikiran-pikiran baru itu ditata ulang.
Tentu saja tidak semua orang siap berubah, tetapi orang-orang yang mau berubah pasti akan menemukan settingan baru. Seperti kata ahli perilaku Carol Dweck dari Stanford, kami mengamati dua jenis mindset, yaitu Growth Mindset yang siap berubah dan Fixed Mindset yang merasa sudah selesai.

Saya sering mengatakan orang bodoh tak akan selamanya bodoh, demikian pula dengan orang pintar. Pengamatan saya selama lebih dari 25 tahun berkarier di kampus, ada orang yang dulunya bodoh menjadi pintar dan ada orang pintar yang berubah menjadi bodoh.

Para Penentang
Aneh sekali para penentang perubahan biasanya terdiri dari orang-orang yang merasa dirinya pintar. Dan ternyata mereka benar-benar pintar berbicara, pandai memberi argumentasi. Masalahnya, menurut Bu Dweck, mereka ini masuk dalam kategori Fixed Mindset dengan ciri-ciri sebagai berikut.

Pertama, tingkat kecerdasan mereka, meski tinggi, ternyata statik. They are all the way they are. Ingin terlihat hebat, tetapi sebenarnya mereka mudah menyerah dalam menghadapi tantangan baru. Mereka ingin tetap berada pada hal-hal yang sudah mereka kuasai. Upaya-upaya belajar tidak ada, dan sangat sensitif kritik. Dan keberhasilan orang lain lebih dilihat sebagai ancaman.

Hal ini berbeda benar dengan orang-orang yang cepat beradaptasi menerima hal-hal baru (growth mindset). Meski sekolahnya dulu tak seberapa pintar kecerdasan mereka dapat dikembangkan dan dilatih karena mereka terbuka terhadap masukan-masukan dan kritik.
Bagi mereka, kalau ada tantangan baru, hal ini justru merupakan kesempatan bagus untuk membuat diri menjadi lebih unggul pada bidang-bidang baru dan kegagalan adalah peluang untuk belajar, bukan akhir dari segala-galanya. Dan bila gagal, mereka tidak merasa terganggu citranya. Bekerja lebih keras adalah jalan menjadi orang hebat. Dan kalau ada orang lain yang berhasil, mereka akan dijadikan kawan, bukan ancaman. Dari orang-orang hebat  itulah mereka bisa berubah, menjadi lebih hebat.

Kemampuan Anda mendeteksi dan menterapi dua tipe manusia ini akan menjadi kunci  sukses bagi setiap pemimpin perubahan. Apalagi bila Anda tahu cara mengubah kelompok Fixed Mindset menjadi Growth Mindset. Orang-orang yang menghambat perubahan bukanlah orang yang kurang pandai, melainkan terkurung oleh cara berpikirnya sendiri.

Demikian pula dalam membesarkan anak-anak kita. Anak-anak yang berhasil menemukan potensinya bukanlah anak-anak yang IQnya atau Indeks Prestasinya tinggi, melainkan apakah mindsetnya terbuka atau tertutup, mengembang atau menguncup. Tugas kita bukan membuat seseorang menjadi hebat sesaat, melainkan tumbuh berkembang, menemukan pintu masa depan beradaptasi dengan perubahan.

Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia

Sebarkan!!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *