Ekonomi Pertautan Hati – Jawapos 2 Mei 2011

Anda mungkin pernah mendengar, “tak ada ekonomi tanpa pertautan hati.” Mungkin karena itu pulalah ekonomi pemerintah selalu bikin pusing kepala. Lihatlah bagaimana para pejabatnya berpidato: Hanya membaca.  Sudah bertele-tele, matanya sama sekali tidak lepas dari kertas. Tidak ada pertautan hati sehingga arahannya menguap di udara, anak buah serta audience asyik dengan pikirannya masing-masing. Sama seperti kuliah di zaman batu: Dosen berbicara sendiri dengan papan tulis.

Tetapi dua minggu lalu saya menyaksikan pemandangan berbeda di Medan. Tak lama setelah dilantik, Pelaksana Tugas Gubernur Sumatra Utara, Gatot Pujo Nugroho meminta saya berbicara di depan aparatur pemerintahannya. Saat memberi sambutan, ia tidak bergerak ke arah podium seperti layaknya pejabat tinggi. Ia mengambil mikrofon dari tengah-tengah peserta dan berbicara tanpa teks. Tentu saja hal ini mengejutkan bawahannya yang terbiasa melayani dan “berjarak”.

Perhatikanlah aura mata orang-orang yang mempertautkan hati dalam berkomunikasi. Mata mereka bercahaya, hati mereka ada di hati kita sehingga saling memandang dan berinteraksi. Lalu bandingkanlah dengan orang yang hanya tertuju ke selembar kertas. Mata datar, dan suara mereka tidak bertautan di hati.

Menggerakkan Ekonomi

Kejadian di Sumatra Utara beberapa waktu lalu mengingatkan saya pada situasi panas yang dihadapi Dr. Ir. Dwi Soetjipto (Sekarang direktur utama PT. Semen Gersik) tak lama setelah ia dilantik menjadi dirut di PT. Semen Padang pada tahun 2004.

Karyawan, direksi lama dan baru terpecah dua. Namun RUPS sepakat untuk memperbaharui perusahaan dan mengangkat lulusan ITS ini sebagai nahkoda baru. Tak lama setelah dilantik, Dwi Soetjipto mengundang saya berbicara tentang buku saya yang baru: cHaNgE!  Anehnya saya tak menyadari situasi gawat baru saja terjadi dan di dalam ruangan terdapat orang-orang yang menentangnya.

Berbeda dengan kebanyakan CEO BUMN, Dwi berbicara tanpa teks. Matanya tersenyum.  Kita semua tahu, perubahan membutuhkan kerjasama, bukan konflik.  Bahwa perubahan selalu datang bersama sahabatnya, bukan harus dipersoalkan. Resistensi, perlawanan, amarah, penyangkalan, bakar ban, kunci pintu, dan seterusnya. Tetapi kalau mau memimpin dengan benar, semua energi harus disatukan. Ini berarti semua hati harus dipertautkan.

Tanpa pertautan hati, terjadi energy drain. Tengoklah 12 tahun reformasi ini, nyaris tak ada pertautan hati sehingga energi terbuang begitu saja. Dan energi bisa terbuang sia-sia bertahun-tahun di Semen Padang.  Dwi tak menghendaki itu dan ia menghentikannya.  Hasilnya bisa Anda lihat.

Apa yang membuat energi terbuang sia-sia? Kita mengenal ABC of Energy Drain: aktivitas tanpa kejelasan tujuan, beban tanpa tindakan, dan konflik tanpa penyelesaian. Ya itulah yang membobol katup-katup energi suatu ekonomi.

Menatap Mata

Mata adalah jendela hati, dan ujian terbesar seorang pemimpin teruji dari keberaniannya menghentikan energy drainitu.  Dalam bahasa inggris, kata courage (berani) memiliki akar kata “cor” yang berarti “heart”. Anda mungkin pernah mendengar kisah Richard the Lion Heart yang matanya bersinar. Ia dijuluki demikian karena keberanian yang membentuk pertautan hati di antara para pengikutnya.

Beberapa tahun lalu seorang biksu mendatangi lahan pertanian yang hampir mati. Setelah memanjatkan do’a bersama petani, ia memanggil seorang yang dituakan dan menyuruhnya berbicara pada pohon-pohon di ladang mereka. Petani yang lugu tidak mengerti apa maksudnya tetapi mereka melakukannya dengan tulus. Beberapa bulan kemudian mereka menyaksikan tanahnya kembali subur.

Hal serupa saya saksikan 20 tahun lalu di kaki gunung Fuji, tempat tinggal seorang nenek tua yang dikenal dengan sebutan Oshin, pemilik Yaohan Departement Store yang mewajibkan karyawannya berkeliling berbicara dengan sayuran-sayuran yang diperdagangkan. Seorang trainer bertubuh tinggi mengajak saya berkeliling dan menunjukkan ritual yang diajarkan sebelum toko dibuka.  Anda mungkin menerka mereka sudah gila. Tetapi begitulah menautkan hati. Kala jatuh cinta, maka cahaya mata tak bisa disembunyikan, kata-kata indah mengalir.

Sebuah ekonomi, apapun bentuknya, bergerak karena pertautan hati. Apakah itu ekonomi keluarga, pasar tradisional, atau usaha kaki lima, perusahaan besar maupun kecil bahkan sebuah dinas di kota madya sekalipun. Semua menjadi kuat dan hidup karena pertautan hati. Tautkan dan tambatkan hati Anda di sana, maka ekonomi Anda pun bergerak.

Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia

Sebarkan!!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *