Ada sesuatu yang berbeda di hari Paskah kemarin. Bukan hanya karena bantuan penjagaan dari petugas Banser dan polisi di gereja-gereja; melainkan beredarnya surat gembala dari Dalai Lama, seorang Budhist yang sangat dihormati.
“Agama terbaik adalah yang membawamu terdekat dengan Tuhan dan membuatmu menjadi lebih baik,” Demikian kalimat pembukanya.
Ia melanjutkan. “Apapun yang membuatmu lebih berwelas kasih, lebih masuk akal, lebih terlepas, lebih mencintai, memiliki rasa kemanusiaan, lebih bertanggung jawab, dan beretika.”
Saya tersedak karena tiba-tiba masuk sebuah email yang sangat bombastis. “Seminar Dasyat!!” Begitu tagline-nya. Kalimat-kalimat di bawahnya sudah sering saya lihat di internet. “Akan saya buka satu-satunya rahasia yang membuat Anda kaya dalam sekejap.”
Kalimat-kalimat seperti itu memiliki akar dari Robert Kiyosaki yang kecewa dengan ayahnya yang sekolah sangat tinggi tetapi tidak sekaya bapak tetangganya yang tidak bersekolah. Setelah mengejek ayahnya sendiri, ia membuka satu demi satu rahasia agar cepat menjadi kaya. Baginya, kebahagiaan sama dengan kekayaan.
Perhatikanlah judul-judul bukunya: “Bapak yang Kaya dan Bapak Yang Miskin!! Atau,: ” If You Want to Be Rich and Happy, Don’t go to School!“ Bombastis sekali bukan?
Yang saya tidak mengerti adalah mengapa Robert Kiyosaki dan para pengikutnya di sini tetap menyekolahkan anak-anaknya? Padahal mereka mengatakan , “Sekolah tidak penting. Yang penting kaya.”
Saya pantas terkejut karena dua malam sebelumnya beberapa anak muda pemenang penghargaan kewirausahaan mengajukan protes. “Pemasaran harus bombastis,” Ujarnya.
Saya pun meminta agar mengumpulkan kartu nama mereka yang ternyata hasil didikan seorang pembicara publik. Kartu-kartu nama mereka memiliki kesamaan. Ada foto diri berjas sambil mengepalkan tangan bak seorang motivator. Di dalamnya tertulis deskripsi jati diri: Motivator terkenal, penulis buku best seller, pembicara publik terbaik versi majalah ”X”, utusan pemerintah Indonesia untuk award ”X” tingkat Asia dan seterusnya.
Sewaktu saya tanya siapa yang memberi gelar-gelar itu, mereka hanya tersenyum. Semua deskripsi tadi ternyata hanya bohong belaka. ”Itu impian saya. Jadi sah saja, bukan? ”Ujar anak-anak yang ingin cepat kaya itu. Mereka tidak sadar bombastis sama dengan kebohongan. Tentu perlu diluruskan, bombastis bukanlah pemasaran.
Mereka mengaku semua ini mereka dapatkan dari guru mereka yang sering muncul di publik dan seminar-seminarnya selalu penuh. Setelah saya cek ternyata mereka satu jiwa. Sama-sama bombastis. Bahkan ”guru” itu pula yang mengajarkan,”Kalau tidak bombastis bukanlah pemasaran dan tidak ditengok pasar.””Guru” itu mengatakan seminarnya berharga Rp 8 Juta,-, tetapi untuk Anda disediakan diskon 80%. Hebat bukan?
Orang-orang yang waras mengatakan itu bukannya hebat, : ”Anda saja yang bodoh.” Mengapa ada banyak orang bodoh di sini? Atau jangan-jangan mereka tersihir dengan anggukan-anggukan kepala yang diajarkan sales theraphist? Saya tidak tahu persis.
Yang saya tahu pemasaran bombastis kini mewabah di mana-mana. Mulai dari money game, internet marketing, seminar-seminar motivasi sampai bisnis-bisnis yang di francise kan meski francisor-nya belum menangguk untung. Bukankah francise hanya boleh dilakukan kalau usaha Anda sudah terbukti menguntungkan dalam jangka panjang?
Saya perlu mengingatkan bahwa pemasaran Bombastis tidak ada dalam literatur pemasaran. Pemasaran Bombastis hanya boleh diletakkan di rak-rak buku fiksi, bukan marketing. Muaranya juga jelas, bukanlah reputasi dan keuntungan, melainkan penjara dan neraka.
Di akhir surat gembalanya, Dalai Lama menulis.”Berhati-hatilah dengan pikiranmu karena ia akan menjadi perkataan. Apa yang kau ucapkan akan menjadi tindakan, dan tindakanmu akan menjadi kebiasaan, cermin kehidupan. Kebahagiaan bukanlah takdir melainkan sebuah pilihan.”
Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia