Bingkai Apel Busuk – Jawapos 18 Juli 2011

Ibarat kebun, negeri ini adalah penghasil buah-buahan yang  bagus dan tak mudah busuk. Namun para petani mengingatkan, buah-buahan yang  rusak menghasilkan cairan yang dapat membusukkan seluruh isi keranjang.  Demikianlah pesan yang harus kita sampaikan kepada para entrepreneur muda, CEO,  ketua  dan dewan pembina partai politik, termasuk presiden SBY dan rival-rivalnya.

Orang-orang yang sekedar berkuasa sama dengan orang yang sekedar punya usaha. Main asal rekrut dan mendiamkan perusahaannya dikuasai orang-orang jahat.  Jangan heran kalau hasilnya tidak memuaskan.  Maka dalam manajemen, berlaku teori bingkai apel busuk.  Artinya, tugas pemimpin yang utama adalah memisahkan orang-orang yang bagus dari yang buruk.  Yang bagus ditaruh di keranjangnya  pada zona kekuatan masing-masing, dan yang busuk dibuang.

Bingkai Baik-Buruk

Sederhana bukan? Ternyata tidak. Masalahnya adalah bagaimana manusia membingkai siapa yang baik dan siapa yang busuk. Ingatlah, dalam setiap kebusukkan selalu ada inovasi, dan inovasi ada bingkainya.  Pedagang batu marmer atau keramik saja bisa membingkai marmer/keramik  defect (cacat) menjadi keramik KW 2 (sedikit cacat) dan KW 3 (banyak cacat). Ada yang mengatakan keramik harus sempurna, namun ada yang bisa menerima walau potongannya tidak rata atau warnanya kurang sempurna.

Bingkai terbentuk karena pandangan manusia dalam keseharian yang lambat laun dapat membentuk culture.  Dengan segala masalahnya, di sini kita membiarkan lahirnya pasar KW 2 dan KW 3. Sebaliknya, Jepang yang juga melewati masa-masa yang sulit di akhir Perang Dunia membangun prinsip  \”zero defect\” sehingga tidak ada ruang bagi para KW 2 dan KW 3.  Di dalam pabrik, setiap kali mereka mendeteksi produk cacat, maka produksi dihentikan dan pemimpin yang merasa cacat mundur dari jabatan publik.  Eropa dan Amerika Serikat menghargai tinggi  produksi handmade.  Maka mebel buatan Cirebon yang rotannya tidak lurus atau cacat diterima di Spanyol sebagai handmade, sedangkan di Jepang ditolak karena alasan defect.

Demikianlah dalam membangun perusahaan atau organisasi.  Orang dalam, sahabat, kerabat keluarga, murid, mantan anak buah yang setia, mereka yang pandai berbicara,  dan yang menghasilkan banyak revenue dapat kita bingkai sebagai \”orang baik\” kendati perbuatannya bisa sangat merugikan.  Kata neuroscientist, otak manusia begitu perkasa namun juga sangat mudah dimanipulasi. Warna merah dalam huruf yang tertulis kuning kita baca kuning.

Tugas utama setiap pimpinan adalah membongkar bingkai itu dan meletakkan setiap masalah  pada kebenaran sejati.  Dan kalau Anda berhasil membongkar bingkai itu, biasanya banyak ditemui kejutan, dan orang yang telah menciptakan bingkai akan malu luar biasa.  Orang yang kita pikir jahat ternyata baik dan sebaliknya, bawahan yang loyal ternyata menyimpan kebusukan yang rawan.

\”Bingkai apel busuk\” biasanya rawan dalam setiap peristiwa pemutusan hubungan kerja atau penerapan hukuman, menerapkan etika dan sebagainya.  Anda akan berhadapan dengan intrik manipulatif dan tak mustahil Andapun akan diberi bingkai \”jahat\” atau \”baik\”.  Bingkai serupa itu bisa terbentuk karena intensi buruk eksekutif atau semata-mata komunikasi yang tak sempurna.  Namun dalam perakteknya, pemimpin yang lemah di tingkat menengah bisa berlagak pahlawan dengan mendeskreditkan atasannya sebagai \”penjahat\” yang layak dijadikan \”musuh bersama\” sedangkan dirinya dijadikan pahlawan yang memimpin pembelaan.

Di level bawah, pemimpin yang demikian akan dipuja karena dianggap \”hero\”, tetapi sebenarnya ia adalah penakut yang menjadikan orang lain tameng bagi dirinya.  Ia mrmimpin gerakan perlawanan namun bila kekuatan yang dihadapinya lebih besar, ia akan lari lebih dahulu.  Ia akan menciptakan bingaki bahwa yang dilawan adalah kebatilan, ketidak adilan, krjahatan dan seterusnya.  Padahal mungkin ini hanya impian kosong saja.

Saya berpikir, setiap organisasi yang baik memerlukan pemimpin yang hebat.  Namun pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang berani membongkar bingkai-bingkai manipulatif, bertindak realistis, dan berani merebut \”kepahlawanan\” dari orang-orang jahat yang memanipulasi organisasi demi kepentingan dirinya.  Maka pisahkanlah apel yang bagus dari apel-apel busuk sebelum ia membuat Anda ikut busuk.  Inilah kunci emas memajukan perusahaan, birokrasi, pendidikan maupun kehidupan demokrasi.

Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia

Sebarkan!!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *