Sejak dimulai tahun 2007 lalu, reformasi birokrasi terus bergulir. Banyak orang belum merasakan perbedaan yang berarti, namun aparat negara yang menginginkan perubahan pun tak lelah mengawal jalannya perubahan.
Untuk itu berbagai tingkatan dalam kementerian dan lembaga negara perlu terus mendapatkan pembekalan mengenai reformasi birokrasi. Salah satunya dengan workshop diseminasi ‘Agent of Change’ yang dilakukanKementerian Pekerjaan Umum (PU) di Rumah Perubahan, tanggal 4 Oktober 2012.
Workshop selama 2 hari ini diikuti oleh 113 orang yang terdiri daripejabat eselon 1-3. Workshop hari pertama dilakukan di kantor Kementerian PU, dengan menghadirkan pembicara-pembicara yang merupakan agen-agen perubahan di instansinya masing-masing. Di antaranya adalah Ari H. Sumarno, mantan direktur utama Pertamina yang membawa banyak perubahan positif dalam BUMN pelat merah tersebut.
Selanjutnya, kegiatan hari kedua dilakukan di Rumah Perubahan dan dibagi ke dalam 3 batch. Batch pertama diikuti oleh 36 orang, sementara batch kedua dan ketiga masing-masing akan diselenggarakan pada tanggal 9 dan 11 Oktober 2012. Batch pertama mendapat kesempatan untuk mendengarkan pengarahan langsung dari Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Azwar Abubakar.
Sejak diangkat menjadi tahun 2011, Azwar Abubakartelah melakukan berbagai percepatan reformasi birokrasi. Namun, tentunya masih banyak yang harus diperbaiki dari carut-marutnya birokrasi selama puluhan tahun.
Menurut AzwarAbubakar, birokrasi bukan satu-satunya penyedia lapangan pekerjaan. Data statistik menunjukkan bahwa hanya 30% dari para pencari kerja yang mampu ditampung sebagai pegawai negeri, sementara sisanya harus bekerja di sektor swasta atau wirausaha. Oleh karena itu, dunia usaha perlu dilayani sebaik-baiknya, oleh siapa lagi kalau bukan oleh pemerintah.
Azwar Abubakar mengakui, banyak pekerjaan yang terhambat karena dana yang dianggarkan belum turun. Pada saat-saat seperti itu seharusnya pemimpin yang in charge dapat mencari solusi, bukan hanya menunggu cairnya dana. Di sinilah butuh kemampuan entrepreneur.
Menurut Rhenald Kasali, kemampuan entrepreneur itu bukan sekadar kemampuan ‘berdagang’ atau ‘berjualan’. Tetapi kemampuan untuk melihat celah, melihat masalah sebagai peluang, dan langsung bekerja bukan hanya berwacana. Hal ini disepakati oleh Azwar Abubakar ketika memaparkan grand design reformasi birokrasi, “Orang Indonesia sangat pintar membuat konsep seperti ini, tetapi pelaksanaannya belum tentu.”
Yang tidak kalah pentingnya adalah mengomunikasikankepada orang lain agar melakukan perubahan seperti yang diharapkan. Komunikasi untuk mengajak orang berubah harus menyentuh karakter orang yang berbeda-beda, karena dari karakterlah sikap seseorang terbentuk.