Sebagian besar dari kita pernah merasakan bagaimana mengikuti ujian kelulusan. Di berbagai tingkatan pendidikan, ujian nasional atau UN selalu dianggap sebagai momok besar. Hasil belajar bertahun-tahun dinilai hanya dalam beberapa hari saja, melalui pertanyaan pilihan ganda. Dengan kata lain, peserta didik diminta untuk menghapal. Baik itu tahun-tahun bersejarah, tokoh nasional, rumus matematika dan fisika, persamaan senyawa kimia, ataupun istilah latin untuk hewan dan tanaman. Semua berdasarkan hapalan yang memerlukan berulang kali repetisi. Mereka jadi sebatas tahu.
Tingkatan Pendidikan Tidak Sebatas Hapalan
Merujuk pada Taksonomi Bloom, tingkatan pendidikan manusia terdiri dari 6 level. Dari yang paling rendah adalah Remember atau Menghapal. Tingkatan ini memiliki definisi tentang manusia atau peserta didik yang dapat mengulangi konsep dasar atau fakta-fakta dasar. Alias, baru sebatas \”tahu\” itu tadi.
Melihat bagaimana peserta didik dari bangku SD hingga SMA lebih banyak diberikan fakta dan konsep dasar dengan pencapaian berupa keberhasilan dalam Ujian Nasional, membuat mereka seperti baru pada tahap low order level thingking (LOLT). Padahal, seiring dengan bertumbuhnya manusia menjadi dewasa, kemampuan berpikirnya bisa mencapai high order level thinking (HOLT).
Misalnya saja begini, seorang anak yang menghapal 6×4 adalah 24 baru sebatas tahu tetapi belum tentu memiliki kemampuan analitis. Mungkin saja, belum bisa mengaplikasikannya ke dalam kehidupan nyata. Berbeda dengan mereka yang sudah mampu berpikir secara analitis. Ia memahami kalau mendapatkan angka 24 tidak selalu dengan 6×4. Namun, bisa juga dengan 3×8 ataupun 2×12. Diaplikasikan ke dalam dunia nyata misalnya mengetahui bahwa dengan adanya 24 batang besi dan hanya ada 3 orang yang membantu, berarti butuh 8 kali perjalanan untuk membawa batang besi dari satu titik ke titik lainnya.
Untuk mendapatkan individu yang bisa melakukan analisis demikian juga membutuhkan pendidikan yang tidak hanya \”memaksa\” peserta didiknya untuk sekadar menghapal.
Mengaktifkan Multiple Intelligence
Sebelum naik ke tahap analisis yang mana merupakan tingkatan keempat dari Taksonomi Bloom, peserta didik haruslah dibuat mengerti terlebih dahulu (tahapan Understand). Mereka bisa melakukan diskusi-diskusi dengan konsep dasar yang sudah dimiliki dan menyadari beberapa fenomena berdasarkan fakta yang sudah dipelajari. Ketika tahapan Understand sudah dikuasai dengan baik, peserta didik kemudian akan naik ke tingkatan Apply atau Mengaplikasikan. Mereka bisa bereksperiman untuk menguji apakah sesuatu yang sudah mereka ketahui dan pahami, bisa dipraktikkan secara nyata. Barulah setelah itu, mereka bisa masuk ke dalam tahap Analyze atau Menganalisis. Hasil aplikasi akan menunjukkan sesuatu yang baru. Dari situ, peserta didik belajar menganalisa apakah ide yang semula dijalankan benar sesuai ekspektasi atau malah melenceng.
Ketika semua tahapan dalam Taksonomi Bloom sudah dipenuhi, bisa dikatakan peserta didik mengoptimalkan kinerja otaknya. Ia tidak sekadar mengaktifkan otak hanya untuk menghapal saja. Apabila terus menerus dilatih dan ditantang untuk melakukan high order level thinking, maka bukannya tidak mungkin seseorang akan memiliki multiple intelligence. Dan berkat itu, ia bisa menjadi lebih kritis dan kreatif hingga menciptakan sesuatu sebagai solusi dari permasalahan yang ada di sekitarnya.