Ekosistem Digital Mengubah Strategi Bisnis, Benarkah?

Terminologi \”ekosistem\” rasanya sedang naik daun belakangan ini. Apalagi jika Anda sudah membaca buku terbaru dari Prof. Rhenald Kasali yang berjudul MO (Mobilisasi Orkestrasi), terasa bahwa memang seharusnya kita menciptakan sebuah ekosistem. Tetapi tahukah Anda bahwa terminologi tersebut sudah digunakan sejak puluhan tahun lalu. Ambil contoh Volkswagen dan Toyota. Dua perusahaan otomotif besar itu telah menjadi orkestrator dari jaringan besar supplier – distributor bahkan lebih dari 50 tahun. Mereka telah menciptakan ekosistemnya sendiri.

Lalu, apa bedanya dengan yang sekarang?

Kehadiran teknologi yang sifatnya digital menjadikan semuanya semakin mudah untuk terhubung satu sama lain. Internet menjadi salah satu aspek yang membuat adanya perbedaan makna antara terminologi \”ekosistem\” yang digunakan pada zaman dahulu dengan yang sekarang. Terlebih, ketika Amazon dan Google, Alibaba dan Tencent, Uber dan WeWork secara eksplisit memosisikan diri mereka sebagai bagian dari pemain ekosistem. Mengapa demikian? Para orkestrator ekosistem (ecosystem orchestrator) menggunakan perusahaan mereka dan dibantu dengan teknologi digital untuk menjadi titik pertemuan (hubs) jejaring para pelanggan/konsumen, supplier, dan produsen.

Para pemain lama alias incumbent belum memahami bahwa ekosistem digital yang kini menjadi topik hangat memiliki strategi dan pendekatan berbeda dengan yang mereka ketahui. Mengutip Warren Buffet, para incumbent masih berkutat dengan strategi yang disebut sebagai \”Deep Moats.\” Sedangkan para orkestrator ekosistem sudah mengubah pendekatannya menjadi apa yang disebut dengan \”Turnstile.\”

Dalam Deep Moats, perusahaan bersifat protektif. Pendekatannya didasarkan pada akses terhadap sumber-sumber yang tidak mudah dijangkau oleh banyak pihak. Termasuk di dalamnya adalah kepemilikan aset (baik itu yang tangible ataupun yang intangible)Pendekatan Deep Moats juga terkadang dilakukan dengan membentuk loyalitas pelanggan melalui branding yang kuat. Incumbent menempatkan dirinya sebagai industri atau bisnis yang berbeda dengan yang lain, memasang \”barrier\” atau standar yang tinggi. Contohnya adalah dengan membuat produk yang sulit untuk diimitasi oleh kompetitor sehingga konsumen akan terus menerus memilih mereka. Dengan kata lain, Deep Moats juga menciptakan kesan eksklusif.

Berbeda dengan orkestrator ekosistem seperti Google, Amazon, dan Alibaba yang tidak menggunakan pendekatan seperti incumbent untuk dapat melakukan bisnis. Memanfaatkan ekosistem digital, mereka menyebutnya sebagai strategi Turnstile. Seperti pintu putar yang Anda lihat di stasiun Commuter Line yang ada di Jakarta, para orkestrator ekosistem ini mendorong sebanyak-banyak orang untuk masuk ke dalam ekosistemnya. Orkestrator ekosistem sadar betul bahwa kehadiran mereka adalah untuk menghubungkan satu sama lain. Mereka membangun values melalui relasi dan jejaring, bukan melalui aset-aset fisik seperti infrastruktur. Dari situ, mereka ingin memperluas jangkauannya dengan memperbesar arus partisipan dan juga fitur yang bisa mereka tawarkan. Mereka ingin menciptakan jejaring yang bersifat inklusif.

Dan satu hal yang membedakan antara incumbent dengan pure-play orchestrator adalah perusahaan seperti Google dan Amazon dengan senang hati membuka keran kompetisi selama itu membuat ekosistemnya terus bertumbuh dan berkembang. Mereka bertujuan untuk memaksimalkan partisipan melalui pendekatan Turnstile daripada meninggikan standar atau memperdalam \”moat\”-nya.

(Disadur dari Ecosystem Business are Changing the Rules of Strategy oleh Julian Birkinshaw, HBR).

Sebarkan!!

1 thought on “Ekosistem Digital Mengubah Strategi Bisnis, Benarkah?”

  1. Pingback: 4 Strategi Menghadapi Ekosistem Digital - Rumah Perubahan | Rumah Perubahan

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *