Sudah berapa bulan berjalan sejak kita semua membuat resolusi awal tahun? Sejauh mana resolusi itu terpenuhi? Adakah yang sudah tercapai?
Ya, sudah bukan rahasia kalau di awal tahun, membuat resolusi menjadi semacam kewajiban. Kita membuat daftar apa-apa saja yang ingin dicapai, yang ingin diubah, dan hal-hal lain dengan harapan kita menjadi pribadi yang lebih baik. Namu, menurut penelitian dari University of Scranton, 92% resolusi tahun baru gagal terealisasi. Dan, 80% resolusi itu mengalami kegagalan di bulan Februari (US Nes & World Report). Well, saya salah satunya.
Mengapa angka persentase untuk kegagalan resolusi bisa sangat besar? Saya coba jabarkan penyebabnya.
1. Tujuan belum cukup jelas
Ibarat ingin pergi ke Bandung tapi kita masih belum memiliki tujuan yang spesifik. Apakah berwisata kuliner, berwisata alam, atau keliling ke pusat perbelanjaan. Hal ini membuat kita menjadi lelah seperti tidak berarah hingga akhirnya menyerah.
Resolusi yang ingin dicapai hendaknya selalu diiringi dengan tujuan yang jelas. Sedetil dan sespeseifik mungkin. Misal, ingin belajar bahasa Korea sebab di tahun yang sama ingin melancong ke Korea. Tujuan yang terdefinisi secara jelas akan membantu kita untuk memvisualkan aktivitas yang akan kita lakukan untuk mencapai resolusi itu.
2. Target terlalu berat
Siapa yang memiliki resolusi menurunkan berat badan? Biasanya, resolusi ini memiliki target angka yang cukup besar. Misal, dari 70 kg ingin langsung turun menjadi 45 kg sehingga kita sangat berusaha hingga merasa tersiksa dalam menggapai targetmu. Ujungnya, malah menjadi kehilangan semangat, merasa bahwa resolusi tersebut bak Mission Impossible.
Baiknya, kita memiliki resolusi yang terukur. Target yang dituju tidak terlalu besar dan berat. Contohnya saja, membiasakan diri untuk membaca 1 buku dalam 1 bulan. Bukan langsung mematok harus membaca sebanyak 50 buku dalam setahun.
3. Kurang motivasi
Seperti orang haus di padang pasir yang melihat segelas air, pasti sangat senang. Lalu ia menemukan gelas kedua. Apakah rasa senangnya masih sama? Atau malah berkurang? Di sinilah yang sebaiknya kita menjaga motivas seperti pertama kali agar semangat tetap terjaga.
Bisa dimulai dengan breakdown target besar kita menjadi detil yang lebih kecil. Contohnya saja ingin dapat memahami percakapan dalam bahasa Inggris. Kita bisa membuat kegiatan kecil-kecil dengan mendengarkan podcast dalam bahasa Inggris yang berdurasi 5 menit. Apabila kita sudah mampu memahami podcast durasi pendek, berarti kita sudah berhasil dengan kemenangan kecil pertama. Tingkatkan kesulitan secara bertahap sehingga semangatnya akan tetap menyala.
4. Belum siap berubah
Pernah mendengar ungkapan, “No rain no rainbow?” Kalau kita ingin melihat pelangi, kita juga harus bersedia menyapa hujan. Kalau kita menginginkan hasil, maka kita harus mau berusaha. Prof. Rhenald Kasali pernah berujar, “Perubahan belum tentu menjadikan sesuatu lebih baik, tetapi tanpa perubahan, tak akan ada pembaruan. Tak akan ada kemajuan.”
Seringkali kita merasa takut melakuan dan mengalami perubahan itu sendiri. Kalau ingin berat badan turun, berarti kita harus mengubah pola makan. Ketakutan ini muncul salah satunya juga karena pola pikir yang dimiliki masih belum berupa growth mindset sehingga kita tidak terbuka dengan beragam kemungkinan yang bisa terjadi.
Ibarat kata, diri ini ingin menjadi lebih baik dari kemarin. Tetapi tidak mau meninggalkan zona nyaman dan berharap akan berubah dengan sendirinya tanpa kita melakukan usaha. Pola pikir fixed mindset seperti itu malah tidak akan membawa kita kemana-mana. Bahkan resolusi tahunan pun juga tidak akan bisa tercapai. Sebelum memasang target atau memperbarui resolusi, coba kita buka pikiran kita. Menjadi sosok yang growth mindset.
Bisa kan?