Kesadaran akan pentingnya menjadi jajaran birokrat yang cerdas di era disruption kian menguat. Banyak instansi dan lembaga yang melihat bahwa disruption tidak hanya untuk mereka yang menjalankan bisnis atau para wirausaha saja. Mereka, para regulator juga harus memahami fenomena disruption sehingga bisa memberikan dukungan untuk sama-sama berkembang.
Jumat (24/11) tampak jajaran Eselon 1 hingga 2 dari Kementerian Pariwisata Republik Indonesia datang ke Rumah Perubahan. Mereka berkumpul di Galea Belangi untuk mengikuti Smart Bureaucracy in Disruption Era. Dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya serta opening speech oleh Dirjen Kementerian Pariwisata, pada pukul 10:00, sesi pun dimulai.
Lecturing pertama ialah membahas tentang apa yang terjadi di era disrupsi dan bagaimana hal tersebut memengaruhi sektor pariwisata di Indonesia. Dibahas secara bersama bahwa sudah banyak hal di dunia ini yang berubah, termasuk bagaimana para wisatawan dalam berwisata. Beberapa peluang bisa dimanfaatkan untuk mendatangkan lebih banyak turis yang tentu saja, membutuhkan dorongan dan dukungan dari jajaran birkorat.
Untuk memahami hal ini lebih mendalam, para peserta diberi sebuah studi kasus. Mereka diminta untuk menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan yang terlampir dalam studi kasus tersebut. Sembari berdiskusi antarpeserta, bertukar pikiran dan berbincang apa solusi paling baiknya. Maka, tidak heran apabila ketika tiba saatnya untuk membahas studi kasus tersebut, muncul beragam tanggapan. Ada yang memberi usulan ada pula yang melemparkan pertanyaan kritis. Membuat suasana menjadi semakin seru untuk diikuti.
Acara dilanjutkan dengan sesi sharing mengenai tranformasi human capital. Berbicara tentang disrupsi serta perubahan yang perlu digalakkan, tentu membutuhkan human capital yang juga memiliki pandangan yang sama. Dalam sharing session tersebut, para peserta semakin penasaran bagaimana caranya berbagi pandangan untuk transformasi Kementerian Pariwisata yang mendukung disruption.
Kegiatan di hari pertama ditutup dengan sharing session bersama salah satu pelaku transformasi desa. Dalam sharing session tersebut, para peserta mendapatkan wawasan baru mengenai tempat-tempat yang memiliki peluang untuk dikembangkan menjadi daerah wisata.
Hari kedua (25/11) diawali dengan lecturing kedua pula. Kali ini, ketika sudah mengeri bahwa disrupsi juga memiliki impact pada pariwisata, peserta diajak untuk mengetahui strategi dalam melakukan pemasaran tempat-tempat pariwisata. Mereka mengetahui cara-cara yang bisa dilakukan oleh Kementerian Pariwisata.
Sesi pemasaran tersebut dilanjutkan dengan sharing session bersama salah satu pelaku transformasi. Dalam sharing session, dibahas pula bahwa membawa transformasi tidaklah sebentar. Ada beberapa hal yang harus terus dijaga agar tujuan dan visi utama bisa tercapai. Memahami beragam aspek pun juga menjadi hal yang penting.
Selepas istirahat siang, masih ada simulasi dan sesi. Para peserta memaksimalkan kesempatan-kesempatan yang ada untuk bertanya bahkan memberikan usulan dalam setiap kesempatan. Mereka tampak antusias dan memiliki pandangan bahwa Kementerian Pariwisata Republik Indonesia bisa semakin maju untuk mendukung potensi-potensi yang ada di dalamnya.