CEO yang Bekerja dengan Contoh
Mengecilkan perusahaan! Itulah salah satu ‘tuduhan’ yang diterima Emir Satar ketika ia baru memimpin Garuda Indonesia dan melakukan beragam perubahan untuk menghentikan ‘perdarahan’ yang membuat maskapai penerbangan itu merugi terus.
\’Shrinking\’ the Company
Untuk menghentikan kerugian, Emir melakukan berbagai cara, termasuk menutup rute-rute yang tidak menguntungkan dan mengurangi jumlah armada pesawat Garuda. Tindakan inilah yang kerap dianggap sebagai ‘mengecilkan’ perusahaan. Tapi bagi Emir, untuk apa punya perusahaan besar kalau kerugiannya pun besar.
Rute-rute yang merugi memang tidak layak untuk diterbangi. Itulah salah satu yang ditegaskan Emir saat dirinya diminta memimpin Garuda di tahun 2005. Emir mengajukan beberapa ‘syarat’ kepada pemerintah, salah satunya adalah Garuda tidak diminta terbang ke rute-rute yang diminta pemerintah, padahal rute tersebut tidak memberikan keuntungan bagi Garuda.
Garuda memang dikenal memonopoli dunia penerbangan nasional denganmarket share sebesar 32% pada tahun 1997. Saat itu hanya ada 5 maskapai penerbangan di Indonesia, yaitu Garuda, Merpati, Sempati, Bouraq, Mandala dan praktis Garuda memonopoli bisnis tersebut. Namun, tidak banyak orang yang tahu, bahwa sepanjang 1995-2005, hanya 3 tahun saja Garuda meraih untung. Selebihnya, Garuda selalu rugi.
If you don’t know that you have a problem, then you really have the problem
Langkah pertama dan sederhana untuk menyelesaikan masalah adalah dengan mengakui bahwa kita menghadapi masalah. Menurut Emir, orang yang menolak mengakui permasalahannya tidak akan dapat menghadapi dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun, setelah mengetahui permasalahannya, tidak berarti semua sudah selesai. Harus dilanjutkan dengan langkah-langkah untuk menyelesaikannya.
Lima langkah yang dilakukan Emir untuk menghilangkan penghambat kesuksesan adalah:
1. Break the silo. Tidak satu orang pun yang lebih penting daripada orang lainnya. Oleh karena itu, kerja sama dan kekompakan sebagai sebuah perusahaan (tim besar) perlu terus dibangun.
2. No blaming. Sikap saling menyalahkan tidak akan menyelesaikan masalah. Emir bahkan dengan tegas menegur orang yang melemparkan kesalahan, di depan rapat sekalipun.
3. Membangun rasa saling percaya. Mencurigai pihak lain tidak akan membuat kemajuan. Berikan kepercayaan dan aturan yang jelas sehingga setiap orang dapat bergerak di dalam koridor yang telah ditetapkan. Jika ada orang yang terbukti melanggar aturan, maka langkah yang harus ditempuh pun sudah jelas.
4. Mengomunikasikan dengan jelas apa yang ingin dicapai. Power 8, Fly-Hi, dan One Team One Spirit One Goal, adalah contoh jargon yang dipilih untuk menjadi budaya perusahaan yang dikomunikasikan hingga karyawan level terbawah. Dalam setiap kunjungan ke cabang, misalnya, Emir tak bosan bertanya kepada setiap karyawannya, “Apa kontribusi Anda dalam mencapai tujuan Garuda?”
5. No comfort zone. “Oleh karena itu, Garuda selalu melakukan burning platform, yaitu proses menambah ide baru secara terus menerus. No more BAU, alias business as usual! Harus selalu menemukan cara baru, terus berusaha mencari terobosan-terobosan baru,” tandas Emir.
From Transportation to Travel Service Business
Menyiasati perubahan yang terjadi dalam dunia penerbangan, Garuda pun berubah dari bisnis transportasi menjadi travel service business. Dalam bidang servis, hampir tidak mungkin berkompetisi dalam soal harga. Karena itu Garuda segera memosisikan diri pada segmen premium dan—untuk tujuan tersebut—mengangkat keunikan Indonesia yang tidak mungkin dilakukan oleh maskapai penerbangan lain: Indonesian hospitality.
Untuk bermain dalam travel service business, Garuda harus membenahi kenyataan pahit, yaitu buruknya persepsi publik tentang Garuda: catatan keselamatan yang buruk, sering terlambat, pramugari yang cenderung kurang perhatian, usia pesawatnya pun sudah tua. Singkat kata, Garuda adalah pilihan terakhir bagi orang-orang yang ingin bepergian dengan pesawat terbang. Ditambah lagi, setelah deregulasi airlines oleh pemerintah pada tahun 2005, market share Garuda turun menjadi 24%. Padahal, semakin banyak jumlah orang yang bepergian dengan pesawat. Apa yang harus dilakukan?
Bagi Emir, good is not good when better is expected. Pembenahan pun dilakukan secara bertahap, misalnya dengan seragam kebaya untuk pramugari, motif gedeg pada dinding, motif batik pada pelapis kursi, menu yang sangat khas Indonesia, dan menonjolkan keramahan orang Indonesia yang sudah dikenal hingga mancanegara. Garuda jugalah satu-satunya maskapai penerbangan yang menerapkan immigration on board.
Golden Handshake
Garuda telah banyak berubah, namun tidak semua sumber daya manusianya mampu mengikuti perubahan tersebut. “Meskipun mereka sudah enggak fit di perusahaan, jangan dibuang di jalanan. Dalam me-manage company, you have to balance between your logic and your heart. Berikan guidance how to continue her/his life. Garuda memberikan golden handshake lebih dari 4 tahun gaji dan memberi pelatihan kewirausahaan,” urai Emir panjang lebar.
Ia mencontohkan, salah seorang mantan sekretaris yang datang kepadanya menceritakan keberhasilannya membuka bisnis bunga. Juga seorang mantan satpam yang berhasil menjalankan bisnis makanan di rumahnya dengan menjual soto. Semua ini sangat membanggakan, meskipun Emir mengakui bahwa yang gagal pun ada. “Ada yang berhasil, tapi ada juga yang gagal. Ada yang memakai uangnya untuk berfoya-foya. Ya sudah, yang penting kita tidak ‘membuang’ mereka,” papar Emir.
Meritocracy: that’s how we get paid
Pemberian imbalan harus sesuai dengan kemampuan dan prestasi seseorang. Tanyakan saja kepada karyawan Anda, apakah mereka mau rekannya yang bekerja santai dan sering pulang cepat mendapat bonus yang sama dengan mereka yang rajin? Tentu saja, karyawan yang bekerja dengan baik tidak mau disamakan seperti itu.
Menurut Emir, komposisi karyawan dalam perusahaan adalah sebagai berikut: 20 persen karyawan berada di level yang berkinerja baik, 60% di tingkat menengah, dan 20% yang menduduki peringkat bawah atau berkinerja kurang baik. Tugas supervisor-lah untuk menentukan siapa yang menduduki posisi-posisi tersebut. Ironisnya, kadang supervisor tidak mau membuat keputusan yang tidak populis, yaitu menentukan 20% peringkat terbawah, karena mereka pasti menuai protes dari karyawan.
Bagi Emir, protes para karyawan bukan suatu masalah. Orang-orang yang menduduki posisi terbawah tersebut memang dipastikan akan memprotes atasan dan perusahaannya. “Bottom 20 itu pasti protes,” ujar Emir, “Apalagi Garuda punya serikat pekerja yang vokal.” Jadi, memang harus ada yang bonusnya besar dan ada yang kecil agar mereka yang berada di posisi 20% terbawah memacu diri untuk memiliki kinerja yang bagus dan dapat masuk—minimal—ke kelompok 60%.
Walk the talk
Ini merupakan komitmen dari seluruh board of directors, di mana atasan tidak hanya bicara, tetapi juga melakukan pekerjaannya. Emir memberi contoh ketika seluruh direksi diajak membersihkan pesawat di beberapa kota. Tidak tanggung-tanggung, mereka mulai dengan membersihkan WC-nya. “Tentu saja saya juga harus belajar dulu. Saya kan nggak pernah membersihkan WC, ujar Emir berkelakar. Melihat para direksi turun tangan langsung, tentu saja tidak ada karyawan yang hanya duduk berpangku tangan.
Hal ini juga ditunjukkan ketika Garuda pindah kantor, dari Gambir ke Cengkareng. Saat itu banyak karyawan yang protes. “Gambir tempatnya lebih enak, kan? Bisa pulang cepat” gurau Emir, “To show the commitment, direksi pindah duluan.” Tetapi, Cengkareng memang jauh. Untuk itu, kembali manajemen Garuda ‘menggunakan hati nuraninya’, dengan menyiapkan transportasi untuk antar jemput karyawan.
Di sisi lain, antar jemput ini ternyata juga dapat membuat karyawan lebih produktif, karena mereka sekarang lebih menghargai waktu: pekerjaan selesai tepat waktu agar mereka dapat pulang sesuai jadwal antar jemput. “Karyawan Garuda sekarang lebih takut pada bus daripada bos,” kelakar Emir, “Soalnya mereka takut ketinggalan antar jemput.”
Di akhir pemaparannya, Emir menegaskan bahwa semakin bagus kinerja kita, orang akan berharap agar kita dapat melakukan hal-hal yang lebih. “Masalah timbul jika tim kita merasa sudah menang, sudah berhasil,” katanya. Itulah yang tidak boleh sampai terjadi.