Dalam suatu kesempatan, Wapres Boediono pernah memberikan arahan kepada para menteri tentang Reformasi Birokrasi (RB). \”Reformasi Birokrasi itu pada intinya adalah peningkatan pelayanan. Maka kalau bukan peningkatan pelayanan yang dihasilkan, saya anggap saudara-saudara hanya asyik sibuk dengan diri sendiri.\”
Beberapa waktu sudah berlalu, dan sejak RB digulirkan tampaknya bukan pelayanan yang didapat masyarakat, melainkan apa yang dikhawatirkan Wapres, yaitu birokrasi-birokrasi yang asyik sibuk dengan dirinya sendiri. Sibuk urus administrasi, urusan melayani atasan, mengurus kepangkatan, rapat kerja, perjalanan dinas, bolak-balik menyiapkan materi presentasi dan jawaban pada parlemen dan seterusnya.
Benar bola Reformasi Birokrasi mulai bergairah, tetapi kok pengambilan keputusan tidak jelas, bahkan sangat lamban. Jangankan reformasi birokrasi, sebagian besar malah sering bertanya, apa sih pelayanan?
Biaya dan Kecepatan
Berbicara tentang pelayanan maka sebenarnya dunia birokrasi memiliki ruang yang sangat besar. Namun anehnya, setiap kali berbicara pelayanan, birokrasi sering memilih cara yang gampang. Pelayanan sangat sering diartikan sebagai keramahan seperti front liners sebuah bank melayani nasabahnya. peningkatan pelayanan dianggap sama dengan peningkatan senyum, seragam karyawan dan interior yang wangi.
Tentu saja keramahan penting, namun sesungguhnya bukan sekedar itu yang dimaksud dengan \”pelayanan\” dalam RB. Pelayanan dalam RB adalah pelayanan sistemik, yang mengalir dari serangkaian mata rantai nilai yang ditarik dari suatu strategi perubahan yang bersifat strategik. Ibarat air, ia harus berasal dari mata air yang mengalir berkelanjutan, bukan sebuah kubangan yang hanya \”jernih\” pada suatu ketika, lalu berubah menjadi \”comberan\” air kotor yang tidak mengalir dan sewaktu-waktu kering, menjadi sumber penyakit dan kebencian.
Jadi, \”keramahan\” yang dihasilkan oleh sebuah oleh sebuah RB adalah sebuah akibat dari \”mengalirnya\” air keramahan dari sumbernya, yaitu visi-misi dan tata nilai yang terangkai kedalam suatu sistem dan strategi yang benar. Bukan visi-visian, misi-misian atau values-values-an, yang abal-abal dan asal jadi. Semua itu dibentuk dari suatu kajian yang dirangkai bersama-sama menjadi hasil bersama (shared vision dan shared values).
Dari mata air itulah mengalir pembaharuan yang tercermin dalam program-program yang menghasilkan apa yang disebut \”pelayanan\”. Pelayanan yang saya maksud dalam RB sebenarnya mudah untuk dicarikan elemen-elemennya, yaitu biaya yang murah (misalnya biaya pengurusan surat-surat, SIM, passport, perizinan, dan seterusnya yang murah), kecepatan delivery (keputusan cepat dan penyerahan hasil kerja atau tindakan secepat layanan mesin ATM atau mobile banking), kualitas output (tingkat kesalahan rendah, berdaya tahan tinggi, tak mudah rusak, tidak menimbulkan ketidakpastian atau konflik), pengambilan keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan dan kualitas layanan.
Jadi rangkaikan saja semua itu dari visi-misi dan values ke dalam suatu langkah nyata: perbaiki pelayanan. Kalau Anda ingin meningkatkan pelayanan, maka urusannya hanya enam, yaitu sistem penggajian yang menarik, manajemen SDM yang memungkinkan didapat SDM yang berkualitas, teknologi yang up to date, business process yang simpel dan clean, budaya korporat yang kondusif dan sistem monitoring dan evaluasi yang mampu menangani performance management dengan baik.
Mana mungkin pelayaaan bisa baik bila insentif dan sistem insentif karyawannya buruk? coba renungkan sendiri mana yang lebih baik: memiliki banyak karyawan yang berkualitas rendah dengan upah murah atau bekerja dengan sedikit orang pilihan yang berkualitas tinggi? lalu cek kembali apakah budaya birokrasi anda sudah mendukung kerjasama team dan integritas? juga cek kembali apakah lembaga Anda sudah memiliki teknologi yang memungkinkan orang bekerja cepat dan kompetensinyaa memadai?
dalam banyak hal, rakyat sudah mulai berubah dari menuntut birokrt yang murah senyum menjadi birokrat yang bekerja cepat. di sebuah bank yang antreannya panjang sekali, sikap nasabahnya ternyata agak sama dengan sikap warga negara yang antre di kounter kepulangan pada imigrasi di bandara. senyum penting, namun apa artinya kalau komputernya lemot dan pekerjanya lambat membaca data?
Jadi sesungguhnya RB tidak serumit yang dibayangkan orang. Begitu saja mengapa harus dibuat menjadi panjang, bertele-tele, ribet dan tidak jelas? Kadang saya sering bertanya mengapa hal-hal sederhana ini dibuat menjadi hutan belantara yang tak menentu? Saya menduga, masalahnya ada di sumber-sumber mata air pengambilan keputusan, yaitu rendahnya kompetensi orang-orang yang dipercaya mengurus strategi RB di tingkat pusat.
Jadi masalahnya, Anda mau berubah atau tidak?
Bila tekad sudah ada, tunggu apa lagi? Tentu saja RB memerlukan Change Management yang harus dikelola dengan penuh kehati-hatian. Tentu saja Change Management hanya akan berjalan kalau ada keikhlasan dan kebersihan hati dan perbuatan. Tentu saja Change Management ada resiko-resikonya dan tak selalu membawa kemajuan. Namun, tanpa perubahan tak akan ada kemajuan. sekalipun sulit, perubahan bukanlah tidak mungkin. Mari kita perbaiki pelayanan birokrasi di negeri ini.
Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia