Pemimpin Lebaran – Jawapos 1 September 2011

Setiap kali lebaran saya selalu terkesan dengan para pemimpin di kampung tempat tinggal saya.  Mereka bukanlah sarjana, bukan juga orang terkenal.  Tetapi budi baik mereka sulit saya lupakan.  Mereka punya pengaruh yang kuat di kalangan umat Islam yang aktif di dalam mushala yang mereka kelola, namun sangat dihormati di kalangan warga lainnya.

Seorang guru yang anaknya rajin belajar di Rumah Baca (Manca) yang kami kelola,  seorang pemilik beberapa buah truk engkel yang mengaku menjadi pemulung sampah bangunan yang kini jatuh bangkrut karena ongkos angkutnya tidak dibayar para pemilik gedung, seorang pensiunan karyawan bank pemerintah, dan seorang pegawai negeri yang sebentar lagi pensiun.

Tentu saja selain mereka juga ada seribu satu perilaku kurang baik yang mewarnai warga kampung kami.  Tetapi berkat kepemimpinan mereka, perilaku-perilaku kurang terpuji berubah perlahan-lahan.    Mereka berempat aktif datang ke rumah Pak RT, seorang anak muda yang ayahnya mewakafkan tanah yang sekarang menjadi bangunan mushala.  Saya menyebut mereka sebagai lima sekawan, aktif di rumah ibadah dan memimpin warga di RT dan RW.
Berkat merekalah iklim persaudaraan di kampung kami menjadi hangat, mushala menjadi rumah ibadah aktif.  Celengan duafa yang ditaruh di warung-warung selalu terisi, bukan karena warganya kaya, tetapi kesadaran saling menolongnya sangat tinggi.  Kaum duafa di kampung kami setiap bulan mendapat beras persaudaraan.  Umat berbeda agama hidup rukun.  Bahkan saat membangun mushala, semua penduduk ikut mengangkat pacul dan ember berisi coran semen.  Bila seorang warga terkena musibah, seluruh masyarakat turut berduka.

Saat lebaran tiba, anak-anak dan orang tua saling mengunjungi.  Karena rumah saya hanya berjarak sepuluh meter dari pintu mushala, maka selepas shalat Ied dan setelah bermaaf-maafan bersama keluarga, rumah saya menjadi kunjungan pertama warga masyarakat.  Pintu setiap rumah di kampung selalu terbuka, mengingatkan saya suasana natal di Kampung Tugu sekitar tigapuluhlima  tahun yang lalu.  Di Kampung Tugu -Cilincing, selepas dari ibadah natal di gereja, warga kampung Tugu saling mengunjungi sambil membawa gitar dan cakalele menyanyikan lagu natal dan keroncong.

Pemimpin adalah Impak
Suasana yang damai, berbudaya dan kehidupan beragama yang indah penuh kesucian tentu tak lepas dari peran ulama dan pemimpin di dalam masyarakat.  Pemimpin punya peran penting baik di dalam lingkungannya sendiri maupun di luar.  Kata Peter Drucker, pemimpin bukan ditentukan oleh ranking.  Pemimpin juga bukan previlege, tak ditentukan oleh tingginya titel atau jabatan, apalagi oleh uang yang belakangan seolah-olah menentukan segalanya.  Pemimpin adalah tanggungjawab.

Maka, ketika lebaran tiba setiap orang di kampung kami selalu terlihat gembira.  Mau berlebaran atau tidak, apapun kepercayaan agamanya, buat warga tak begitu penting.  Semua mereka kunjungi, dan semua ikut merayakan.   Padahal rumah yang mereka tinggali belum tentu ada lantainya, dan lampu belum tentu ada listriknya.  Tetapi semua warga merasa sebagai saudara.

Lama saya amati apa yang membuat hubungan di kampung ini begitu indah.  Kesimpulannya ternyata hanya satu:  kepemimpinan lima sekawan itu. Merekalah yang menjadi arsitektur sosialnya.  Mereka memberi ispirasi dan memotivasi orang-orang lain berbuat baik.  Begitu mengetahui saya akan membuka kantor di tengah-tengah kampung sebelah misaalnya,  mereka pulalah yang mengatasnamakan kantor kami merawat masjid yang ada di sekitar kantor.  Mereka mengatakan utusan kantor kami, padahal kegiatan itu murni inisiatif mereka.  Akibatnya hubungan kantor saya dengan masyarakat sangat dekat, dan berkat dukungan mereka kami bisa membangun sekolah yang gurunya berasal dari anak-anak penduduk yang disekolahkan kembali. Mereka merangsang orang lain berbuat kebaikan dengan contoh dan perbuatan.

Sekarang lima sekawan ini aktif mengunjungi satu masjid ke masjid lainnya setiap akhir pekan.  Bukan untuk mengaji, melainkan membersihkan rumah Tuhan, mengganti cat, mencuci karpet dan sebagainya.  Musahala yang mereka kelola tidaklah besar, tetapi umatnya banyak. Mereka sering merasa sedih tatkala melihat masjid besar namun umatnya sangat sedikit.

Kata Drucker,  dunia ini butuh pemikir dan butuh nabi.  Tapi tanpa pengikut, orang yang mengaku berilmu atau mengaku nabi pun bukanlah pemimpin.  Ketika banyak orang mencoba menjadi pemimpin dengan menjadi terkenal, memiliki banyak pengikut atau dicintai karena tidak melakukan hal-hal yang tak disukai orang disekitarnya, pelajaran penting dari kepemimpinan menunjukkan bahwa seseorang menjadi pemimpin bukan karena hal itu.

Pemimpin  yang efektif bukanlah orang  yang semata-mata dicintai atau dihormati. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mampu membuat pengikut-pengikutnya do the right things.  Anda boleh saja berwajah alim, memakai jubah agama dengan atribut-atribut budaya kesalehan.  Namun bila pengikut Anda melakukan pengrusakan atau menimbulkan kebencian, Anda bukanlah pemimpin yang efektif.  Pemimpin efektif menimbulkan efek sosial yang positif.
Jadi kepemimpinan bukanlah popularitas atau masuk koran. Kepemimpinan adalah mengenai hasil atau impak.  Maka itu kehadiran pemimpin sangat kasat mata. Mereka memberikan teladan, bukan rebutan kekuasaan.  Selamat merayakan hari kemenangan, semoga Andapun menjadi pemimpin seperti para lima sekawan pemimpin lebaran yang menyejukkan.

Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia

Sebarkan!!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *