Setiap kali Anda berhubungan dengan klien, mengembangkan produk-produk terbaru, atau menangani komplain pelanggan, Anda tentu akan menempuh sejumlah prosedur baku untuk menyelesaikannya.
Prosedur baku ini biasa kita kenal dengan business process, yang dilakukan tahap demi tahap untuk efisiensi waktu dan sumber daya perusahaan. Maka, penting bagi setiap individu di dalamnya untuk memastikan keterlibatan dalam business process & rantai pengambilan keputusan agar tidak menyimpang.
Jason Hanson, mantan anggota CIA yang menerima dua penghargaan Exceptional Performance Award pada 2005 & 2008, dalam buku Agent of Influence menceritakan pengalaman spionasenya yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek manajemen bisnis di perusahaan.
Baginya, beberapa siasat yang digunakannya dalam kegiatan spionase dapat berguna dan berdampak signifikan ketika dihubungkan dengan strategi bisnis. Di antara sejumlah hal yang dijabarkannya, Active Awareness menjadi salah satu taktik yang dapat digunakan untuk mentransformasi bisnis Anda.
Pentingnya Melatih Situational Awareness
Dalam praktiknya, siapapun bisa melatih active awareness. Kemampuan ini erat kaitannya dengan bagaimana setiap individu merespon situasi di sekitarnya. Ini yang disebut sebagai cara seseorang dalam menavigasi lingkungannya dengan kehati-hatian dan kewaspadaan (situational awareness). Terdengar mudah, bukan?
Tapi, seringkali kita mengabaikan situational awareness dengan melakukan beberapa aktivitas secara bersamaan (multitasking), yang berdampak pada kurangnya perhatian kita kepada hal-hal di depan mata. Menelepon orang sambil menyetir, berkirim chat sambil berjalan, bermain video games di transportasi umum, dan lain sebagainya. Tak jarang, hal-hal itu tadi bahkan bisa membahayakan orang lain.
Akibat lainnya adalah kita menjadi tak sepenuhnya memahami peristiwa dengan utuh, meski hal itu terjadi di depan mata kita. Mungkin kita sering mendengar seorang saksi peristiwa kecelakaan memberikan keterangan abu-abu, seperti “mobilnya tiba-tiba datang dan mereka tabrakan begitu saja.” Datang dari arah mana dan seberapa kencang mobilnya melaju, tak ada yang pernah tahu. Hanson menyebutkan, seorang agen diajarkan untuk terus menganalisis lingkungan sekitarnya agar memahami dan menjadi waspada, sehingga dapat lebih siap dalam mengantisipasi apa yang akan terjadi.
Get Off the Hot Zone
Poin berikutnya yang perlu diperhatikan adalah mengerti kapan kita harus meninggalkan hal-hal yang tak perlu. Hanson menjuluki situasi ini dengan istilah X Zone. Ini merujuk pada lokasi di mana hal-hal yang tidak menyenangkan, berbahaya, dan sesuatu yang mematikan akan terjadi. Ia menambahkan, satu-satunya cara untuk menghindari zona ini, sebelum hal-hal tak diinginkan terjadi, adalah pergi sesegera mungkin.
Seringkali kita terjebak pada situasi yang kurang menguntungkan yang membuat diri kita menjadi tertekan. Entah itu karena pekerjaan yang berubah menjadi beban karena tak sesuai dengan kemauan dan kemampuan, rekan kerja yang tak kooperatif, tekanan kerja yang semakin lama semakin besar, dan hal-hal eksternal lain yang menguras waktu dan tenaga kita di luar batas normal. Kita menjadi letih dan tak stabil secara emosi. Siapa saja bisa menganggap ini hal yang normal dan manusiawi. Tapi, bagi orang yang merasakannya, kondisi ini sudah tidak sehat. Bisa jadi Anda tengah memasuki X Zone.
Maka kemudian ada orang-orang yang memilih fokus pada produktivitas. Maksudnya, produktivitas berbanding lurus dengan kondusivitas lingkungan kerja. Mereka memilih untuk meng-cut hal-hal yang tak perlu, menghindari orang-orang yang tak suportif, dan business process yang dirasa kurang efektif. Sehingga persepsi efektif dan efisien bagi mereka adalah dengan sebisa mungkin tak terlalu banyak terlibat dalam hal-hal yang tak mereka sukai dan lebih selektif dalam menerima tugas dan tanggung jawab.
Dalam dimensi yang lebih luas, get off the X Zone menjadi langkah praktis bagi individu untuk lebih aware terhadap lingkungannya, dengan pendekatan selektif, terukur, dan spesifik terhadap tanggung jawab yang mereka pilih.
Timing is Everything
Setelah mampu fokus dan selektif pada hal yang dianggap penting, langkah berikutnya untuk mencapai efisiensi dan efektivitas business process adalah menentukan timing dan prioritas kerja. Ini menjadi tantangan ketika kini kita berada di era keterbukaan informasi. Secara langsung ini berkaitan dengan kecepatan kita dalam mengambil keputusan, yang tak jarang memunculkan ragu karena sulit memilah mana informasi yang penting, mana yang tidak. Mana yang faktual, mana yang asal.
Maka, penting kemudian kita mengklasifikasikan permasalahan yang ada ke dalam dua kategori berdasarkan timing. Pertama, immediate action. Kedua, long-term action. Untuk immediate action, keputusan harus diambil kurang dari 24 jam. Pekerjaan yang masuk dalam kategori ini, seperti menentukan headline, desain poster harian, ide artikel, hingga pengaturan akomodasi untuk klien. Selain itu, ada pula long-term action, untuk jenis pekerjaan seperti penentuan rencana produksi, pengadaan alat, ide seminar jangka panjang, hingga konsep penulisan laporan tahunan atau buku baru.
Untuk menjawab persoalan tersebut, berilah diri Anda cukup waktu untuk menemukan ide dan gagasan terbaik. Tak perlu terburu-buru, tapi tak juga berlarut-larut. Tentukan ckup waktu untuk problem solving, namun tidak untuk over analyzing. Karena, proses yang bertele-tele hanya menimbulkan persoalan baru yang lebih besar. Berhati-hatilah dalam menentukan timing.
Melihat aspek-aspek tersebut, Hanson juga menjelaskan, active awareness ini penting untuk dimiliki oleh setiap individu dalam perusahaan karena tiga hal. Pertama, kemampuan ini dapat meningkatkan fokus kita dalam pengambilan keputusan. Kedua, awareness penting untuk memprediksi kejadian-kejadian. Ketiga, kewaspadaan membuat kita lebih terhubung dengan lingkungan dan kondisi di sekitar kita. Dalam hal ini, peran individu lah yang pada akhirnya menentukan, apakah business process bisa menjadi lebih efektif dan efisien atau malah sebaliknya.
Selamat melakukan perubahan!